Jumat, 01 November 2013

Kisah Seekor Monyet

Seekor anak monyet besiap-siap hendak melakukan perjalanan jauh. Ia merasa sudah bosan dengan hutan tempat hidupnya sekarang. Ia mendengar bahwa di bagian lain dunia ini ada tempat yang disebut “hutan” dimana ia berfikir akan mendapatkan tempat yang lebih “baik”. “aku akan mencari kehidupan yang lebih baik!” katanya. Orang tua si monyet, meskipun bersedih, melepaskan kepergiannya.” Biarlah ia belajar untuk kehidupannya sendiri,” kata sang ayah kepada sang ibu dengan bijak.


Maka pergilah si anak monyet itu mencari “hutan” yang ia gambarkan sebagai temapt hidup kaum monyet yang lebih baik. Sementra kedua orang tuanya tetap tinggal di hutan itu. waktu terus berlalu, sampai suatu ketika, si monyet itu secara mengejutkan kembali ke orang tuanya. Tentu kedatangan anak semata wayang itu disambut gembira orang tuanya.

Sambil berpelukan, si anak monyet berkata , “ Ayah, ibu, aku tidak menemukan hutan seperti yang aku angan-anagankan. Semua binatang yang aku temui selalu keheranan setiap aku menceritakan bahwa aku akan pergi ke sebuah tempat yang lebih baik bagi semua binatang yang benama “hutan”. Malah, mereka menertawakan akau. Sambungnya sedih. Sang ayah dan ibunya hanya tersenyum mendengarkansi anak monyet itu. “ sampai aku bertemu dengan gajah yang bijaksana,”lanjutnya,”ia mengatakan bahwa sebenarnya apa yang aku cari dan sebut sebagai  hutan itu adalah hutan yang kita tinggali ini!. Kamu sudah mendapatkan dan tinggal di hutan itu!” Benar, anakku. Kadang-kadang kita memang berfikir tentang hal-hal yang jauh, padahal apa ang dimaksud itu sebenarnya sudah ada di depan mata.”


Analisis :

Dimana ada seekor anak monyet yang ingin mencari kehidupannya sendiri dengan berkeelana untuk mencari hutan yang lebih baik untuk ia tempati. Setelah beberapa hari kemudian anak monyet itu pun pulang.

Dengan senang orang tuanya menyambutnya. Sambil berpelukan anak monyet itu berkata “ayah, ibu aku tidak bisa menemukan hutan yang aku angan-angankan”. Semua binatang menertawakan si anak monyet, mereka heran setelah anak monyet tersebut bercerita yang ingin mencari tempat tinggal yang baru. sampai ketika ia bertemu dengan gajah yang bijaksana gajah itu mengatakan bahwa sebenernya apa yang aku cari dan sebut hutan itu adalah hutan yang kita tingggaln ini. Sebenernya tanpa dia sadari monyet itu sudah mendapatkan hutan yang dia ingin kan. Akan tetapi terkadang kita selalu memmikirkan hal-hal yang jauh, padahal hal yang yang dimaksud itu ada di depan mata kita.

Daftar Pustaka :


MOTIVASI


1.      Pengertian

Istilah motivasi berasal dari bahsa latin movere yang berarti bergerak. Dalam konteks sekarang, motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses psikologi yang menghasilkan suatu intensitas dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai tujuan.

Berikut ini adalah pengertian motivasi menurut para ahli :

Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untukmencapai tujuan (Hamalik, 1992:173).
Menurut Mitchell motivasi adalah proses-proses psikological, yang menyebabkan timbulnya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan ke tujuan tertentu.


McDonald, memilih pengertian motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Motivasi merpakan masalh kompleks dalam organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas motivasi dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah perubahan energi yang ditandai oleh dorongan efektif yang menyebabkan timbulnya, diarahkannnya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang di arahkan untuk mencapai tujuan.


2.  Teori motivasi


a.     Drive Reinfircement
Teori drive bisa di uraikan sebagai teori-teori dorongan motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam siri seseorang atau binatang. Contohnya freud (1940) berdasarkan ide-idenhya tentang kepribdian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agersif. Secara umum teori drive mengatakan halberikut ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perillaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong.

Pada manusia dapat mencapain tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapt menyenangkan dan memuaskan, jadinya motivasi dapat dikatakan terdiri dari :

Ø  Suatu perilaku keadaan yang mendorong

Ø  Perilaku yang mengarah ke tujuan yang dipahami oleh keadaan terdorong

Ø  Pencapaian tujuan yang memadai

Ø  Pengurangan dan kepuasan subjektif dan ketegaan ke tingkat tujuan yang tercapai

Setelah keadaan itu terdorong akan muncul perilaku ke arah tujuan yang sesui. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan sering kali disebut lingkaran korelasi.

Conroh:
Sebuah hpermarket menjanjikan akan menaikan jabatan dari SPG menjadi admin jika SPG dapat mencapai target atau melebihi target, lalu ada seorang SPG pada awalnya mendapat posisis sebgai SPG, tetapi sekrang menduduki jabatan sebagai admin untuk sebuah produk yang dikerjakan, karena semasa ia menjadi SPG, ia berhasil memenuhi target yang harus dicapai bahkan mungkin melebihi target. Maka dari itu sebgai atau Reinforcement ia naik jabatan.

b.    Teori Harapan

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “ Work And Mtivation” mengetengahkan suatu teori yang disebut sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diingakannya itu. artinya, apabila seseorang sangat mengingikan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesutau itu cukup besar, yang bersangkutan akan terdoorong untuk memperoleh hal yang diingikannya itu.

Sebaliknya, jika harapn memperoleh hal yang diingikannya itu tipis, motivasinya untuk berupa akan menjadi rendah.

Contoh:

Inplikasi dari kasus diatas, SPG tersebut akan melakukan usaha yang lebih besar lagi karena adanya harapan akan naik jabatan jika dia berusaha dengan keras dan naik jabatan itu merupakan nilai dari yang ia kerjakan.

Teori harapan ini didasarkan atas :

Ø  Harapan (Expectancy), dalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku. Harapan akan berkisar antara nilai negatif (sangat tidak diinginkan sampai dengan nilai positif). Harapn negatif menunjukan tidak ada kemungkinan sesuatu hasil akan muncul sebagai akinat dari tindakan tertentu, abhkan hasilnya bisa lebih buruk. Sedangkan harapan positif menunjukan kepastian bahwa hasil tertentu akan muncul sebagai konsekuensi dari suatu tindakan atau perilaku.

Ø  Nilai (Valence), adalah kekuatan relatif dari keinginan dan kebutuhan untuk mencapai hasil, berkenaan dengan prefensi hasil yang dapat dilihat oleh setiap individu. Bagi seorang individu, perilaku tertentu mempunyai nilai tertentu. Suatu hasil mempunyai valensi positif apabila dipilih, tetapi sebaliknya mempunyai valensi negatif jika tidak dipilih.

Ø  Pertautan (Instrumrntality), yaitu keinginan besarnya kemungkian bila bekerja secara efektifitas, apakah akan terpenuhi keinginan dan kebutuhan tertentu yang diharapkannnya indeks yang merupakan tolak ukur berapa besarnya perusahaan akan memberikan penghargaan atas hasil usahnya untuk pemuasan kebutuhannnnya.

c.    Teori Tujuan

Locke mengusulkan model kognitif, yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba menjelaskan hubungan-hubungan secara sadar.menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang pernyataannya jelas dapt diterima oleh tenaga kerja, akan menghasilkan unjuk kerja yang lebih tinggi dari pada tujuan-tujuan yang taksa, tidak khusu dan yang mudah dicapai. Teori tujuan, sebagaimana yang didasarkan pada teori ini menggambarkan kemanfaatan nya bagi organisasi.

Penetapan tujuan juda dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang diinginkan dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.

Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, dapat seperti MBO, diwajibkan oleh organisasi sebagai suatu kebijakan perusahan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia tetapkan. Bla sorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif. Pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencpai tujuan tersebut tidak terlalu besar.

Contoh:

Seoran gkaryawan berniat untuk membuka usaha,sebelumnya ia tela bekerja untuk mendapatkan gaji yang ditabung untuk dijadikan modal usaha, setelah modal itu terkumpul ia mulai membuka usahanya tersebut.

d. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow

Maslow telah membuat teori hirarki kebutuhan, semua kebutuhan dasar itu adalah instinctoid, setara dengan naluru pada hewan. Manusia mulai dengan disposisi yang sangat lemah yang kemudian kuno sepenuhnya sebagai orang tumbuh. Bila lingkungan yang benar. Orang akan tumbuh lurus dan indah, aktualisasi potensi yang mereka telah mewariss. Jika lingkungan tidak “benar” mereka tidak akan tumbuh tinggi, lurus dan indah.

Maslow telah membentuk sebuah hirarki dari lima tingkat kebuuhan dasara diluar kebutuhan tersebut, kebutuhan tingakt yang lebih tinggi ada. Ini termasuk kebutuhan utnuk memehami dasar, orang tidak merasa perlu kedua hingga tuntutan pertama telah puas, maupun ketiga sampai kedua telah puas, dan sebagainya. Kebutuhan dasar Maslow adalah sebagai berikut :

Ø  Kebutuhan Fisiologi
Ini adalah kebutuhan biologis, mereka terdiri dari kebutuhan oksigen, makanan, air, dan suhu tubuh relatif konstan. Mereka adalah kebutuhan kuat karena jika seseorang tidak diberi semua kebutuhan, fisiologi yang akan datang pertama dalam pencarian seseorang untuk kepuasan.

Ø  Kebutuhan keamanan
Ketika semua kebutuhan fisiologi puas dan tidak mengendalikan pikiran lagi dan perilaku, kebutuhan keamanan dapat menjadi aktif. Orang dewasa memiliki sedikit kesadaran keamanan mereka kebutuhan kecuali pada saat darurat atau periode disorganisasi dalam struktur sosial (seperti kerusuhan laut). Anak-anak sering menampilkan tanda-tnda tidak aman dam perlu aman.

Ø  Kebutuhan cinta, sayang dan kepemilikan ketika kebutuhan untuk keselamtan dan kesejahteraan fisiologis puas, kelas berikutnya kebutuhan untuk cinta, sayang dan kepemilikan dapat muncul. Maslow menyatakan bahwa orang mencari untuk mengatasi perasan kesepian dan keterasingan. Ini melibatkan kedua dan meneriman cinta, kasih sayang dan emberikan rasa memiliki.

Ø  Kebutuhan estem
Ketika tiga kelas pertama  kebutuhan dipenuhi, kebtuhan untuk harga bisa menjadi dominan. Ini melibatkan kebutuhan baik harga diri dan untu seseorang mendapat penghargaan dari orang lain. Menusia memiliki kebutuhan untuk tegas, berdasarkan, tingkat tinggi stabil diri, dan rasa hormat dari orang lain. Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang merasa percaya diri dan berharga sebagai orang di dunia. Ketika kebutuhan frustsi, orang merasa rendah, lemah, tak berdaya dan tidak berharga.

Ø  Kebutuhan Aktualisasi Diri
Ketika semua kebtuhan diatas terpenuhi, maslow menggambarkan aktualisasi diri sebgai orang perlu untuk menjadi dan melkukan apa yang orang itu lakukan. “ seorang musisi harus bermusik, seniman melukis, dan penyair meniulis”. Kebutuhan ini membuat diri mereka  merasa dalam tanda-tanda kegelisahan. Orang itu merasa di tepi, tegang, kurang sesuatu gelisah. Jika seorang lapar, tidak aman. Tidak dicintai atau diterima sangat mudah untuk mengetahui apa orang itu gelisah tentang, hal ini todak selau jelas apa yang seseorang ingin ketika ada kebutuhan aktualisasi diri.

Contoh:

Seorang karyawan, jika sudah memenuhi kebutuhan hirarki maslow dari kebutuhan fisiologis, kebuthan keamanan dan kebutuhan cinta, sayang dan kepemilikiakan seperti gaji membangun rumah tangganya dengan hasil gaji yang dicapai, seperti merasa aman dan nyaman lalu dengan perusahaan yang disana ia memiliki karirnya, hingga kebutuhan sel esteem yang dalam arti karyawan tersebut sudah tercatat sebagai karyawan yang bisa naik jabtan atau dipromoikan mengisi kursi manajer, kemudian mengaktualisasi dirinya dengan mengikuti seminar-seminar yang mebangun jiwa kepemimpinannya, hingaa ketika ia mendapatkan prestise sebagai manajer, kemudian ia melakukan aktualisasi lebih lanjut dengan memberi motivasi terhadap bawahannya.


Daftar pustaka :










Kamis, 26 September 2013

Psikologi Manajemen

A. Mempengaruhi Perilaku

1. Definisi Pengaruh
Dampak sangat berhubungan erat dengan pengaruh. Bahkan tidak sedikit dari kita yang menganggap bahwa antara dampak dan pengaruh adalah sama. Sampai akhirnya beberapa ahli menguraikan keduanya berdasarkan pendapat apakah dampak dan pengaruh merupakan dua konsep yang berbeda atau salah satu diantaranya merupakan kosep pokok dan yang lainnya merupakan bentuk khususnya.
Berikut ini adalah defini pengaruh menurut para ahli :
  • Wiryanto

Pengaruh merupakan tokoh formal maupun informal di dalam masyarakat, mempunyai ciri lebih kosmopolitan, inovatif, kompeten, dan aksesibel dibanding pihak yang dipengaruhi.
  • M. Suyanto (Amikom Yogyakarta)

Pengaruh merupakan nilai kualitas suatu iklan melalui media tertentu.
  • Uwe Becker

Pengaruh adalah kemampuan yang  terus berkembang yang berbeda dengan kekuasaaan tidak begitu terkait dengan usaha memperjuangkan dan memaksakan kepentingan.
  • Norman Barry

Pengaruh adalah suatu tipe kekuasaaan yang jika seorang yang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertemtu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekali pun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya.
  • Albert R. Roberts & Gilbert

Pengaruh adalah wajah kekuasaan yang diperoleh oleh orang ketika mereka tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan.

2. Kunci-Kunci Perubahan Perilaku

Keadaan yang buruk atau rusak merupakan persoalan yang sangat mempengeruhi masyarakat dalam segala aspek kehidupan sekaligus mengganggu segala bentuk aktivitas yang ada di masyarakat. Kemiskinan merupakan kondisi buruk dan satu-satunya persoalan yang sistematik. Karena, kemiskinan menjadikan munculnya perilaku kriminal yang tentu saja buruk. Sehingga perlu ada solusi sebagain bentuk perubahan masyarakat dari kondisi miskin yang tidak berdaya, menjadi berdaya. Dalam hal ini mereka akan memiliki potensi kritis dan gerak yang dapat menggulangi segala bentuk persoalan kemiskinan.
Secara definisi, masyarakat adalh kumpulan individu-individu yang salingberinteraksi dan memiliki komponen perubahan yang dapat mengikat satu individu dengan individu lain dengan perilakunya. Sedangkan perubahan merupakan peralihan kondisi yang tadinya buruk, menjadi baik. Masyarakat yang berubah adalah masyarakat yang terdiri dari satu individu kepribadian (personality) baik. Personality tidak dibentuk dari performance dan style seseorang, melainkan dari adannya daya intelektual dan perbuatan.
Sebagai contoh, apakah Mandra yang berwajah ‘agraris’ lebih baik dibandingkan dengan Rano Karno? Bandingkan Mahatma Gandhi dari kaum miskin yang mengubah masyarakat India menuju perubahan, sedangkan Maria Eva & Yahya Zaini dari kaum kaya yang dulunya dikatakan representasi suara masyarakat dengan perbuatan tak senonohnya yang membahayakan masyarakat, terutama generasi muda.
Oleh karena itu, kunci perubahan masyarakat adalah membentuk daya intelektual dan perbuatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, sehingga terjadilah perubahan perilaku yang secara otomatis diikuti dengan perubahan masyarakat. Maka, persoalan kemiskinan bisa berubah jika terjadi perubahan perilaku di dalam masyarakat.
Seperti yang disebutkan diatas personality itu sendiri, dan bentuk personality adalah perilaku. Perilaku dibentuk dari keterkaitan antara daya intelektual dan perbuatan. Artinya, bagaimana dia berpikir begitulah dia berbuat, dan sebaliknya. Daya intelektual adalah potensi alamiah manusia yang telah diberikan oleh Tuhan dengan maksud agar manusia dapat menjadi khalifah di muka bumi, sekaligus menjauhkan dirinya dari berperilaku seperti binatang. Daya intelektual ini bisa disebut dengan ‘idealisme’
Sementara itu, perbuatan adalah aktualisasi kecendrungan manusia terhadap apa yang dipikirkan. Perbuatan yang lahir tidak atas idealisme seseorang bukan merupakan cerminan perbuatan yang dimaksud. Sekali lagi, hal yang kita inginkan adalah perilaku yang tunggal, bukan ganda. Artinya, perbuatan terbentuk dari idealisme yang satu. Jika perbuatan terbentuk dari idealisme lain-lain berarti personality individu tersebut ‘gado-gado’ atau tidak jelas, bahkan lahir sosok skeptisisme (munafik). Daya intelektual disatukan dengan perbuatan akan melahirkan idealisme sejati.
Perilaku yang akan menjadi kunci perubahan di masyarakat adalah sikap yang mampu melalui berbagai benturan dengan gemilang, adanya kepercayaan diri tanpa batas, dan tekad untuk terus berjuang hingga titik nadir. Perubahan masyarakat akan berimplikasi terhadap perubahan individu, karena di dalamnya ada interaksi sebagai kontrol sosial yang dapat mendidik manusia.

3. Bagaimana mempengaruhi orang lain?

Sebenarnya dalam mempengaruhi pikiran orang lain tidaklah sulit dan tidaklah mudah, karena sebagian orang mungkin mudah kita pengaruhi namun sebagian lainnya sangat sulit juga untuk di pengaruhi. Kenapa sulit untuk mempengaruhinya? Karena kita tidak tahu atau belum tahu cara bagaimana untuk meyakinkan mereka agar bisa memiliki kesamaan dengan apa yang kita pikirkan.
Dalam hal ini ada beberapa keterangan dalam mempengeruhi pikiran orang lain
  • Logical Argument (Logos)

Pendekatan berdasarkan logical argument merupakan penyampaian ajakan menggunakan argumentasi sebuah data-data yang ditemukan. Hal ini telah disinggung oleh komponen data.
  • Psychological Atau Emotional Argument (Pathos)

Pendekatan berdasarkan Psychological Atau Emotional Argument merupakan penyampaian pendekatan ajakan menggunakan efek emosi positif dan negatif. Misalnya saja dalam iklan yang menyenangkan, lucu dan maupun yang membuat kita berempati itu termasuk dalam menggunakan pendekatan Psychological Argument yang bersifat positif. Sedangkan iklan yang biasanya membuat kita muak, marah,  menjenuhkan,  itu termasuk pendekatan Psychological  Argument dengan efek emosi yang negatif.
  • Argument Based On Credibility (Ethos)

Teknik pendekatan seperti ini biasanya merupakan ajakan atau arahan yang akan diikuti oleh komunikate atau audiens, karena komukiator mempunyai kredibilitas sebagai pakar dalam bidang tersebut.  Seperti contoh saat kita berobat dan menuruti medis dari dokter, menuruti kemauan seorang pesulap, atau mematuhi perintah dari dosen untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Mengapa demikian karena hal ini semata-mata karena anda mempercayai kepakaran seseorang dala bidangnya.

B. Komunikasi

1. Definisi Komunikasi

Dalam kehidupan sehari hari comunication (komunikasi) adalah hal terpenting dalam mempererat tali silahturahmi. Dengan komunikasi juga kita dapat memahami orang lain. Dapat di simpilkan komunikasi adalah suatu interaksi yang saling mempengaruhi satu sama lain secara verbal atau non verbal.

Adapun beberapa definisi komunikasi menurut para ahli antara lain:
  • Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss kommunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih.
  • Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson komunikasi adalah proses memahami dan berbagai makna.
  • William I gordon kommunikasi adalah suatu interaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan.
  • Donald Byker dan Loren J. Anderson komunikasi adalah berbagai informasi antara dua orang atau lebih.

2. Dimensi Komunikasi

Dimensi Perspektif Komunikasi
  • Komunikasi Sebagai Proses
Komunikasi dipandang sebagai proses yang dimaksudkan disini ialah suatu kegiatan yang berlagsung secara dinamis. Proses yang berarti unsur – unsur  yang ada di dalamnya bergerak aktif, dinamis, dan tidak statis.

  • Komunikasi Sebagai Simbolik
Dalam semua konteks komunikasi dimana segala sesuatunya memerlukan dan menggunakan simbol. Simbol dapat di nyatakan dalam bentuk verbal maupun non verbal, dalam setiap daerah, lingkungan atau kumpulan tertentu simbol dapat berbeda – beda sesuai dengan tempat dimana digunakanya simbol tersebut. Karena setiap daerah memaknai simbol tersebut secara berbeda – beda. Meskipun hidup dalam satu bahasa yang sama (inggris), tetapi kita banyak yang berbeda dalam kerangka budaya (MacNamara 1966).
  • Komunikasi Sebagai Sistem
Sistem, didefinisikan sebagai suatu aktivitas dimana semua komponen atau unsur yang mendukung saling berinteraksi satu sama lain dalam menghasilkan saluran (Semprivivo 1982). Dengan kata lain sistem adalah seperangkat komponen – komponen serta unsur – unsur yang terhubung dan saling bergantung satu sama lainya serta tidak dapat terpisahkan. Jika salah satu komponen tidak dapat berfungsi secara baik maka sistem itu secara otomatis tidak dapat berjalan secara normal sebagaimana mestinya, ini berarti semua komponen selain harus berinteraksi juga harus dapat berfungsi secara optimal sebagaimana mestinya. Jika dikaitkan dengan proses komunikasi dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah suatu sistem yang dimana tercermin dari unsur – unsur yang mendukungnya sebagai suatu kesatuan antara komunikator, pesan, media, komunikan, dan timbal baliknya (feedback). Jadi, sebuah proses komunikasi tidak akan berlangsung dengan baik jika salah satu unsur didalamnya tidak dapat berfungsing dengan baik pula. Bayangkan jika komunikator, pesan dan komunikan berfungsi secara baik tetapi dalam prosesnya pesan yang disampaikan melalu media (chennel) yang tidak efektif maka tidak akan tersampaikannya pesan secara baik.
  • Komunikasi Sebagai Aksi
Komunikasi selalu menggunakan simbol dalam berbagai macam konteksnya, selain itu tidak dapat dipungkiri dalam berbagai komunikasi tidak pernah terjadi tanpa aksi, apakah itu diucapkan , ditulis, maupun dilakukan dalam bentuk isyarat (non verbal), bahkan gerakan dalam bentuk diam pun merupakan aksi.
  • Komunikasi Sebagai Aktifitas Sosial.
Komunikasi menjadi jembatan dalam menghubungkan antara kepentingan diri manusia sebagai individu dengan masyarakat disekelilingnya. Karena sudah menjadi sifat yang mendasar pada manusia yakni selalu berusaha untuk berhubungan dengan sesamanya, upaya ini dilakukan untuk menghilangkan keterasingan mereka dan juga untuk mengetahui apa yang sedang terjadi diluar dirinya. Apakah itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ataukan untuk kepentingan aktualisasi diri dalam membicarakan masalah – masalah politik, ekonomi, sosial, budaya, seni dan teknologi.
  • Komunikasi Sebagai  Multidimensional
Terdapat dua tingkatan yang dapat diidentifikasikan dalam perspektif multidimensional ini yakni dimensi isi dan dimensi hubungan. Kedua dimensi tersebut tidak dapat saling terpisahkan dimana dimensi isi menunjukkan pada kata, bahasa, pesan serta informasi yang terkandung didalamnya. Sementara itu dimensi hubungan merujuk pada bagaimana cara komunikator dalam menyampaikan pesanya kepada komunikan atau bagaimana peserta komunikasi berinteraksi.




Daftar Pustaka :

Rabu, 03 Juli 2013

Hubungan Abnormalitas dengan Kosep Motivasi, Stres dan Gender

Apakah Perilaku Abnormal itu?

Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan suatu perilaku abormal. Antara lain :

      1. Statistical Infrequency

Perspektif ini menggunakan pengukuran statistik dimana semua variabel yang akan di ukur didistribusikan ke dalam suatu kurva normal atau kurva dengan bentuk lonceng. Kebanyakan orang akan berada pada bagian tengah kurva, sebaliknya abnormalitas di tunjukkan pada distribusi di kedua ujung kurva.
Digunakan dalam bidang medis atau psikologis. Misalnya mengukur tekanan darah tinggi badan, intelegensi, keterampilan membaca, dsb. Namun, kita jarnag menggunakan istilah abnormal untuk salah satu kutub ( sebelah kanan ). Misalnya orang yang mempunyai IQ 150 tidak disebut sebagai abnormal tapi jenius. Tidak selamanya yang jarang terjadi adalah abnormal. Misalnya seorang atliet yang mempunyai kemampuan luar biasa tidak dikatakan abnormal. Untuk itu dibutuhkan informasi lain sehingga dapat ditentukan apakah perilaku itu normal atau abnormal.

      2. Unexpectedness

Biasanya perilaku abnormal merupakan suatu bentuk respon yang tidak diharapkan terjadi. Contohnya tiba-tiba menjadi ce,as ketika berada di tengah-tengah suasana keluarganya yang berbahagia. Atau seseorang mengkhawatirkan kondisi keuangan keluarganya, padahal ekonomi keluarganya saat itu sedang meningkat. Respon yang ditunjukkan adalah tidak diharapkan terjadi.

       3. Violation of norms

Perilaku abnormal ditentukan dengan mempertimbangkan konteks sosial dimana perilaku tersebut terjadi. Jika perilaku sesuai dengan norma masyarakat, berarti normal sebaliknya jika bertentangan dengan norma yang berlaku, berarti abnormal. Kriteria ini mengakibatkan definisi abnormal bersifat relatif tergantung pada norma masyarakat dan budaya pada saat itu. Misalnya di Amerika serikat pada tahun 1970-an, homoseksual merupakan perilaku abnormal, tapi sekarang homoseksual tidak dianggap abnormal. Walapun kriteria ini dapat membantu untuk mengklarifikasi relativitas definisi abnormal sesuai sejarah dan budaya tetapi kriteria ini tidak cukup untuk nendefinisikan abnormalitas. Misalnya pelacuran dan perampokan yang jelas melanggar norma masyarakat tidak dijadikan salah satu kajian dalam psikologi abnormal.

       4. Personal distress

Perilaku dianggap abnormal jika hal itu menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan bagi individu. Tidak semua  gangguan (disorder) menyebabkan distress. Misalnya psikopat yang mengancam atau melukai orang lain tanpa menunjukkan suatu rasa bersalah atau kecamasan. Juga tidak semua penderitaan atau kesakitan merupakan abnormal. Misalnya seseorang sakit karena disuntuk. Kriteria ini bersifat subjektif karena susah untuk menetukan standar tingkat distress seseorang agar dapat diberlakukan secara umum.

       5. Disability

Individu mengalami ketidakmampuan (kesulitan) untuk mencapai tujuan karena abnormalitas yang dideritanya, msalnya para pemakai narkoba dianggap abnormal karena pemakaian narkoba telah mengakibatkan mereka mengalami kesulitan untuk menjalankan fungsi akademik, sosial atau pekerjaan. Tidak begitu jelas juga pakah seseorang yang abnormal juga mengalami disability. Misalnya seseorang yang mempunyai gangguan seksual voyeurisme (mendapatkan kepuasan seksual dengan cara mengintip orang lain telanjang atau sedang melakukan hubungan seksual), tidak jelas juga apakah ia mengalami disability dalam masalah seksual.

Dari semua kriteria diatas menunjukan bahwa perilaku abnormal sulit untuk didefinisikan. Tidak ada satupun kriteria yang secara sempurna dapat membedakan abnormal dari perilaku normal. Tapi sekurang-kurangnya kriteria tersebut berusaha untul dapat menetukan definisi perilaku abnormal. Dan adanya kriteria pertimbangan sosial menjelaskan bahwa abnormalitas adalah suatu yang bersifat relatif dan dipengaruhi oleh budaya serta waktu.

Hubungan abnormalitas dengan Motivasi, Stress, dan Gender

A.      Abnormalitas dengan Motivasi

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) sesorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegitan, baik yang berumber dari dlam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).

McDonald memilih pengertian motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi mencapai tujuan, motivasi merupakan msalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu denganyang lainnya. Hal inii berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula. seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak mentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.

Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmur (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya :
1.      Durasi kegiatan
2.      Frekuensi kegiatan
3.      Persistensi pada kegiatan
4.      Ketabahan, keuletan dan lemampuan dalam menghadapi
          rintangan dan kesu;itan
5.      Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan
6.      Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang
          dilakukan
7.      Tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang
          dicapai dari kegiatan yang dilakukan
8.      Arah sikap terhadap sasaran kegiatan

Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain :

Teori Abraham H. Maslow, teori McClelland ( teori kebutuhan berprestasi), teori Clyton Alderfer (Teori ERG), teori Herberg (teori dua faktor), teori keadilan, teori penepatan tujuan, teori victor H. Vroom (teori harapan), teori penguatan dan mmodifikasi perilaku dan teori kaitan Imbalan denagn prestasi.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologi) dan yang kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kehidupan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intesitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki” yang dikemukakan oleh Maslow. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak aakna berusaha memuaskan kebutuhan kedua, dalam hal ini keamanan sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi, yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian seterusnya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebiutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :

Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam amana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu. Kendati pemiukiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.

B.      Abnormalitas dengan Stress

Stress menunjukan adanya tekanan atau kekuatan pada tubuh. Dalam psikologi stress digunakan untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau oranisme agar ia beradaptasi atau menyesuaikan diri.

Definisi stress menurut Selye adalah respon non spesifik dari badan terhadap setiap tuntutan yang dibuat atasnya. Sedangkan menurut Robert S. Feldman (1989), stres adalah proses yang meniai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menentang, membahayakan dan individu perespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku. Stres adalah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan0tuntutan yang diterima dan kemampuan utuk mengatasi (Looker & Gregson, 2005). Jadi stres adalah keadaan dimana individu merasa terancam oleh lingkungannya, dan individu tersebut berusaha untuk menyeimbangkan antara psikis dan fisik terhadap lingkungan tersebut.

Stres ada yang bersifat negatif (distress) dan positif (eustress). Distress contohnya adalah kepadatan dan kemacetam lalu lintas, beban ekonomi, kehilangan seseorang yang di cintai dll. Stres dalam hal ini bisa berdampak negatif ke orang yang mengaaminya, sedangkan eustress contohnya adalah merencanakan pesta pernikahan, menunggu anak pertama dll.

Stres yang di timbulkan pada setiap orang berbeda-beda, walaupun oeristiwa yang di alami itu sama. Ada orang yang menjadi sangat kreatif dan produktif justru dalam keadaan stres. Ada seorang pelajar yang tadinya tidak pernah belajar justru baru belajar secara efektif pada saa menjelang ujian. Intinya semakin besar peristiwa yang tidak dapat dikendalikan, semakin besar pula stres yang ditimbulkan. Salah satu alsan mengapa peristiwa itu menyebabkan stres adlah karena orang itu tidak mampu mengontrol atau tidak siap mengalami terjadinya peristiwa itu.

Ada beberpa reaksi psikologi terhdapa stres :

1.      Kecemasan

Respon yang paling umum terhdap suatu stresor (sumber stres) adalah kecemasan, kecemasan adlaah emosi yang tidak menyenangkan yang di tandai perasaan kuatir, perihatin, tegang, dan takut yang dialami oleh manusia dengan tingkatan yang berbeda-beda. Orang yang mengalami ini misalnya bencana alam, pemerkosaan, penculikan akan mengalami gejala sangat berat dengan kecemasan yang disebut stres pasca traumatic, dampak yang di terima adalah :

Ø  Hilangnya minat menjalankan aktifitas dahulunya dan adanya
      rasa tersingkir dari orang lain.

Ø  Adanya rasa trauma yang berulang-ulang dalam kenangan
      mimpi.

Ø  Gangguan tiudr sulit berkonsentrasi

2.      Kemarahan dan Agresi

Reaksi ini timbul  jika upaya seseorang ini mencapai tujuannya terhalangi. Akibatnya muncul dorongan agresi yang selanjutnya memotivasi perilaku untuk merusak objek atau menyebabkan frustasi. Anak –anak sering menunjukan perilaku agresi jika mengalami frustasi.

3.      Apati dan Depresi

Reaksi ini timbul jika seseorang individu mengalami kondisi yang terus berjalan dan individu tidak bisa mengontrol atau mengatasinya, maka dapat menjadi semakin berat dan timbullah depresi.

4.      Gangguan Kognitif
Selain reaksi emosi dapak dari stres, individu juga menunjukkan gangguan kognitif berat jika berhadapan dengan stresor yang serius. Mereka sulit berkonsentrasi, sulir mengorganisrikan pikiran secara logis. Akibatnya individu yang melakukan pekerjaan yang kompleks cenderung memburuk. Gangguan ini berasa dari dua sumber yaitu:

Ø  Tingkatan emosional yang tinggi ini menyebabkan menggangukan pengolahan informasi, semakin cepat marah dan cemas.

Ø  Kognitif juga dapat mengganggu dalam otak ketika berhadapan dengan stresor. Contoh soal ujian. Diaman sorang siswa takut mengerjakan soal, takut gagal, atau takut ketidakmampuannya dalam mengerjakan soal. Siswa menjadi sangat terganggu boleh pikiran negatif tersebut sehingga tidak dapat mengikuti instruksi dengan benar atau sulit untuk mengerjakan soal.

       C. Abnormalitas dengan Gender

            Pengertian peran gender menurut Myers (1996), adalah set tingkah laku yang diharapkan (berupa norma) untuk pria dan wanita. Menurut Baron & Byrne (2004), gender merujuk pada segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin individu, termasuk atribut, tingkah laku, karakteristik kepribadian dan harapan yang berhubungan dengan jenis kelamin biologis seseorang dalam budaya yang berlaku. Sejalan dengan itu Bem (1981), mendefinisikan gender merupakan karakteristik kepribadian, seseorang yang dipengaruhi oleh peran gender yang dimilikinya dan dikelompokkan menjadi klasifikasi yaitu maskulin, feminin, androgini dan undifferentiated. Konsep gender dan peran gender merupakan dua konsep yang berbeda, gender merupakan istilah biologis, orang-orang dilihat sebagai pria atau wanita tergantung dari organ-organ dan gen-gen jenis kelamin mereka.

            Sementara peran gender sebagai sebuah karakteristik memiliki determinan lingkungan yang kuat dan berkaitan dengan dimensi maskulin versus feminine (Stewart & Lykes dalam Saks dan Krupat, 1998). Ketika berbicara mengenai gender, beberapa konsep berikut ini turut terlibat di dalamnya :

  •      Gender role (peran gender), merupakan definisi atau preskripsi yang berakar pada kultur terhadap tingkah laku pria atau wanita.
  •      Gender identity (identitas gender), yaitu bagaimana seseorang mempresepsi dirinya sendiri dengan memperhatikan jenis kelamin dan peran gender.
  •       Serta sex role ideology (ideologi peran jenis kelamin), termasuk di antaranya stereotipe-stereotipe gender, sikap pemerintah dalam kaitan antara kedua jenis kelamin dan status-status relatifnya (Segall, Dasen, Beny, & Poortinga, 1990). Kepentingan didalam membedakan antar jenis kelamin dan peran gender berangkat dari pentingnya untuk membedakan antar aspek-aspek biologi dengan aspek-aspek sosial didalam menjadi pria atau wanita. Bahkan yang paling sering terjadi adalah bahwa orang-orang mengasumsikan kalau perbedaan kepribadian dan sikap yang tampak antara pria dan wanita sangat berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin (Basow, 1992).

            Jika kita menyamakan antara gender dan peran gender dapat mengarahkan keyakinan bahwa perbedaan trait-trait dan tingkah laku antara pria dan wanita mengarah langsung kepada perbedaan secara biologis. Sementara jika kita membedakan konsep gender dan peran gender akan membantu kita untuk menganalisa keterkaitan yang kompleks antara gender dan peran gender secara umum. Ini yang membuat sangat penting untuk membedakan antar gender dengan peran gender. Unger (dalam Basow, 1992) menyebutkan bahwa dalam psikologi baru mengenai gender dan peran gender, ke-pria-an dan ke-wanita-an dilihat lebih sebagai konstruk sosial yang dikonfirmasikan melalui gaya karakteristik gender dalam penampilan diri dan distribusi antara pria dan wanita ke dalam peran-peran dan status sosial yang berbeda, dan dipertahankan oleh kebutuhan-kebutuhan intrapsikis terhadap konsistensi diri dan kebutuhan untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai sosial.

            Oleh karena itu, peran gender dikonstruksikan oleh manusia lain. Bukan secara biologi, dan konstruksi ini dibentuk oleh proses-proses sejarah, budaya, dan psikologis (Basow, 1992). Kini lebih banyak digunakan istilah peran gender daripada gender di dalam mempelajari tingkah laku pria dan wanita di dalam suatu konteks sosial.

Orientasi Peran Gender

            Bem (dalam Basow) menyertakan bahwa terdapay dua model peran gender  di dalam menjelaskan mengenai maskulinitas dan feminitas, dalam kaitannya dengan laki-laki dan perempuan, yaitu model tradisional dan model non tradisional (Nauly, 2003)

            Model tradisional memandang feminitas dan Maskulinitas sebagai suatu dikotomi Model tradisional menyebutkan bahwa maskulinitas, dan feminitas merupakan titik-titik yang berlawanan pada sebuah kontinum yang bipolar. Pengukuran yang ditunjukan untuk melihat maskulinitas dan feminitas mnyebutkan derajat yang tinggi dari maskulin yang menunjukkan derajat yang rendah dari feminitas, begitu juga sebaliknya, derajat yang tinggi dari feminitas menunjukkan derajat yang rendah dari maskulinitas (Nauly, 2003)

            Menurut pandangan model tradisional ini, penyesuaian diri yang positif di hubungkan dengan kesesuaian antara tipe peran gender dengan gender seseorang. Seorang pria akan memiliki penyesuaian diri yang positif jika ia menunjukkan maskulinitas yang tinggi dan feminitas yang rendah. Dan sebaliknya, seorang wanita yang memiliki penyesuaian diri yang positif adalah wanita yang menunjukkan feminitas yang tinggi serta maskulinitas yang  rendah (Nauly, 2003)

            Model tradisional dengan pengukuran yang bersifat bipolar ini memiliki konsekuensi, yaitu dimana individu-individu yang memiliki ciri-ciri maskulinitas dan feminitas yang relatif seimbang tidak akan terukur, sehingga menimbulkan reaksi dengan dikembangkannya model yang bersifat non tradisional (Nauly, 2003). Model ini dapat digambarkan secara sederhana melalui gambar di bawah ini yang menjelaskan  konseptualitas dan maskulinitas-feminitas sebagai dimensi atau kontinum tinggal yang memiliki yang berlawanan.

            Sedangkan nontradisional menyatakan bahwa maskulinitas dan feminitas lebih sesuai dikonseptualisasikan secara terpisah, dimana masing-masing merupakan dimensi yang independen. Model yang ini memandang feminitas dan maskulinitas bukan merupakan sebuah dikotomi, hal ini menyebabkan kemungkinan untuk adanya pengelompokkan yang lain, yaitu androgini, yaitu laki-laki atau perempuan yang dapat memiliki ciri-ciri maskulinitas sekaligus ciri-ciri feminitas. Model non trdisional ini dikembangkan sekilas tahun 1970-an oleh sejumlah penulis (Bem, 1974) yang menyatakan bahwa maskulinitas dan feminitas lebih sesuai dikonseptualisasikan secara terpisah, karena masing-masing merupakan dimensi yang independen.

            Model ini dapat dijelaskan secara sederhana melalui gambar di bawah ini. Disini di jelaskan bahwa konseptualisasi maskulinitas-feminitas digunakan sebagai dimensi yang terpisah.

            Berdasarkan pandangan ini, Sandra Bem (dalam Basow, 1992) mengklasifikasikan tipe peran gender  menjadi 4 bagian, yaitu :

  •      Sex-typed : seorang lelaki yang mendapat skor tinggi pada maskulinitas dan skor rendah pada feminitas. Pada perempuan, yang mendapatkan skor tinggi pada feminitas dan mendapat skor rendah pada maskulinitas.
  •    cross-sex-typed : laki-laki yang mendapatkan tinggi pada feminitas dan skor rendah maskulinitas. Sedangkan perempuan, yang memiliki skor yang tinggi pada maskulinitas dan skor yang rendah pada feminitas.
  •       Androginy : laki-laki dan perempuan yang mendapatkan skor tinggi baik pada maskulinitas maupun feminitas
  •    Indifferentiated : laki-laki dan perempuan yang mendapatkan skor rendah baik pada maskulinitas maupun feminitas.

            Berdasarkan konsep ini, Bem (dalam Santrock, 2003) kemudian mengembangkan alat ukur yang disebut Bem Sex role inventory (BSRI). Alat tes ini terdiri dari 60 kata sifat, 20 diantaranya merupakan kata sifat yang menunjukkan karakteristik maskulin (karakteristik instrumental), 20 kata sifat lainnya menunjukkan karakteristik feminin (karakteristik ekspresif) dan sisanya menunjukkan karakteristik yang tidak dengan peran gender  namun diharapkan oleh masyarakat untuk dimiliki oleh tiap individu.

            Melalui BSRI, individu diklasifikasikan dalam hal kepemilikan satu dati empat orientasi tipe peran gender, yaitu :
  1.       Maskulin
  2.      Feminim
  3.      Androgini
  4.     Undifferentiated

            Berdasarkan model nontradisional ini, terdapat semacam klasifikasi kepribadian yang mulai banyak dibicarakan sebagai alternatif dari peran yang bertolak belakang antara pria dan wanita, yaitu tipe androgini (Nauly, 2003). Adapun pengertian dari masing-masing peran gender  maskulin, feminin dan androgini adalah sebagai berikut :

  •     Maskulin : menurut Hoyenga & Hoyenga (dalamm Nauly, 2003) adalah ciri-ciri yang berkaitan dengan gender  yang lebih umum terdapat pada laki-laki, atau suatu peran atau trait maskulin yang dibentuk oleh budaya. Dengan demikian maskulin adalah sifat dipercaya dan bentuk oleh budaya sebagai ciri-ciri yang ideal bagi laki-laki (Nauly, 2003). Misalnya asertif dan dominan dianggap sebagai trait maskulin.
  •     Feminin: feminin menurut Hoyenge & Hoyenga (dalam Nauly, 2003) adalah ciri-ciri atau trait yang lebih sering atau umum terdapat pada perempuan daripada laki-laki. Ketika dikombinasikan dengan “stereotipikal”, maka ia mengacu ada trait yang diyakini lebih berkaitan pada perempuan daripada laki-laki secara kulturi pada budaya atau subkultur tertentu. Berarti, feminin merupakan ciri-ciri atau trait yang dipercaya dan dibentuk oleh budaya sebagai ideal bagi perempuan (Nauly, 2003).
  •    Androgini : selain pemikiran tentang maskulin dan feminitas sebagai berada dalam suatu garis kontinum, dimana lebih pada satu dimensi berarti kurang pada dimensi yang lain, ada yang menyatakan bahwa individu-individu dapat menunjukkan sikap ekspresif dan instrumental. Pemikiran ini memicu perkembangan kondep androgini. Androgini adalah tingginya kehadiran karakteristik maskulin dan feminin yang diinginkan pada satu individu pada saat bersamaan (Bem, Spence & Helmrich, dalam Santrock, 2003). Individu yang androgini adalah seorang laki-laki yang asertif (sifat maskulin) dan mengasihi (sifat feminin), atau seorang perempuan yang dominan (sifat maskulin) dan sensitif terdapat perasaan orang lain (sifat feminin). Beberapa penelitian menemukan bahwa androgini berhubungan dengan berbagai atribut yang sifatnya positif, seperti self-esteem yang tinggi, kecemasan rendah, kreatifitas, kemampuan parenting yang efektif (Bem, Spence dalam Hughes & Noppe, 1985).


Daftar Pustaka :