A.
Analisis
Transaksional Berne
Analisis Transaksional (AT) adalah
salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan
interaksional. Transaksional maksudnya ialah hubungan komunikasi antara
seseorang dengan orang lain. Adapun hal yang dianalisis yaitu meliputi
bagaimana bentuk cara dan isi dari komunikasi mereka. Dari hasil analisis dapat
ditarik kesimpulan apakah transaksi yang terjadi berlangsung secara tepat,
benar dan wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi dapat menggambarkan apakah
seseorang tersebut sedang mengalami masalah atau tidak.
AT dikembangkan oleh Eric Berne tahun 1960 yang
ditulisnya dalam buku Games People Play. Analisis Transaksional (AT) dapat
digunakan dalam konseling individual, tetapi lebih cocok digunakan dalam
konseling kelompok. Analisis Transaksional melibatkan suatu kontrak yang dibuat
oleh klien, yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah proses
konseling. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan.
Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh
klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan
yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk
membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.
1. Konsep
Dasar Pandangan Berne tentang Perilaku
Pandangan analisis transaksional tentang hakekat
manusia ialah :
a. Pada
dasarnya manusia mempunyai keinginan atau dorongan – dorongan untuk memperoleh sentuhan atau “stroke”.
b. Kehidupan manusia bukanlah merupakan sesuatu
yang telah ditentukan (anti deterministik)
c.Manusia mampu memahami keputusan-keputusannya
pada masa lalu & kemudian dapat memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan
kembali keputusan yang pernah diambil
d. Manusia mempunyai kebebasan untuk memilih &
dalam tingkat kesadaran tertentu indivu dapat menjadi mandiri dalam menghadapi
persoalan hidupnya
e. Hakekat manusia selalu ditempatkan dalam
interaksi sebagai dasar pertumbuhan dirinya.
f. Manusia dapat ditingkatkan, dikembangkan dan
diubah secara langsung melalui proses yang aman, menggairahkan dan bahkan
menyenangkan.
Ketika Berne menghadapi klien, ia
menemukan bahwa kliennya kadang-kadang berfikir, berperasaan dan berperilaku
seperti anak-anak, tapi di lain kesempatan terlihat seperti orang tua atau
orang dewasa. Berdasarkan pengalamanya dengan klien itu, Berne berkesimpulan
bahwa manusia memiliki berbagai bentuk kondisi ego, atau disebutnya dengan ego
states yaitu unsur-unsur kepribadian yang terstruktur dan itu
merupakan satu kesatuan yang utuh.
Adapun struktur kepribadian itu
terdiri dari 3 status ego yaitu ; ego orang tua, ego dewasa dan ego anak.
1. Status
Ego orang tua. (ego state parent) Yaitu bagian dari kepribadian yg menunjukkan
sifat-sifat orang tua, berisi perintah (harus & semestinya). Jika individu
merasa dan bertingkah laku sebagaimana orang tuanya dahulu, maka dapat
dikatakan bahwa individu tersebut dalam status ego orang tua. Status ego orang
tua merupakan suatu kumpulan perasaan, sikap, pola-pola tingkah laku yang mirip
dengan bagaimana orang tua individu merasa dan bertingkah laku terhadap
dirinya.
2. Status Ego dewasa (Ego state adult) Yaitu bagian
dari kepribadian yg objektif, stabil, tidak emosional, rasional, logis, tidak
menghakimi, berkerja dengan fakta dan kenyataan-kenyataan, selalu berusaha
untuk menggunakan informasi yang tersedia untuk menghasilkan pemecahan yang
terbaik dalam pemecahan berbagai masalah. Dalam status orang dewasa selalu akan
berisi hal-hal yang produktif, objektif, tegas, dan efektif dan bertanggung
jawab dalam menghadapi kehidupan. Jika individu bertingkah laku sesuai dengan
yang telah disebutkan tadi, maka individu tersebut dikatakan dalam status ego
dewasa..
3.Status
ego anak (ego state child) Yaitu bagian dari kepribadian yang menunjukkan
ketidakstabilan, reaktif, humor, kreatif, serta inisiatif, masih dalam
perkembangan, berubah-ubah, ingin tahu dan sebaginya. Status ego anak berisi
perasaan, tingkah laku dan bagaimana berpikir ketika masih kanak-kanak dan
berkembang bersama dengan pengalaman semasa kanak-kanak.
2.
Unsur-Unsur
Terapi
a.
Tujuan
konseling analisis transaksional
Menurut Eric Berne 1966 (Dewa Ketut Sukardi
1984:223), mengemukakan empat tujuan yang ingin dicapai dalam konseling
analisis transaksional, yaitu:
1) Konselor
membantu klien yang mengalami kontaminasi status ego yang berlebihan.
2) Konselor membantu mengembangkan kapasitas diri
klien dalam menggunakan semua status egonya yang cocok, mencakup memperoleh
kebebasan dan kemampuan yang dapat ditembus diantara status egonya.
3) Konselor berusaha membantu klien dalam
mengembangkan seluruh status ego dewasanya. Pengembangan ini pada hakikatnya
adalah menetapkan pikiran dan penalaran individu, untuk itu individu
membutuhkan kemampuan serta kapasitas yang optimal dalam mengatur hidupnya
sendiri.
4) Konselor membantu klien dalam membebaskan
dirinya dari posisi hidup yang kurang cocok serta menggantinya dengan rencana
hidup yang baru yang lebih produktif.
b. Sikap,
Peran dan tugas konselor
Konselor dalam AT berperan sebagai guru,
pelatih, narasumber dan sebagai fasilitator yang bersikap Terbuka, tanggung
jawab, Hangat, perhatian dan Tulus.
1) Sebagai
guru, konselor menerangkan konsep-konsep seperti analisis struktural, analisis
transaksional analisis skenario, dan analisis permainan.
2)Sebagai pelatih, konselor mendorong dan
mengajari agar klien mempercayai ego dewasanya sendiri, membantu klien agar
terampil melaksanakan hubungan antar pribadi dengan menggunakan status ego yang
tepat.
3)Sebagai nara sumber, Konselor Membantu klien
dalam hal menemukan kondisi masa lalu yg tdk menguntungkan.
4) Sebagai fasilitator, Konselor menolong klien
mendapatkan perangkat yg diperlukan, menyediakan lingkungan yang menunjang
untuk mencapai perubahan klien atau keseimbangan ego state klien.
c. Sikap, Peran dan Tugas Klien
· Klien mampu dan bersedia memahami dan menerima
kontrak konseling
· Klien harus aktif dalam proses konseling
· Klien memperlihatkan kesediaan untuk berubah dg
benar-benar berbuat.
d.
Situasi
Hubungan
Ada beberapa implikasi yang menyangkut hubungan
konselor dan klien, yaitu:
* Tidak
ada jurang pengertian yang tidak bisa dijembatani di antara konselor dan klien.
Konselor dan klien berbagi kata-kata dan konsep-konsep yang sama, dan keduanya
memiliki pemahaman yang sama tentang situasi yang dihadapi.
* Klien memiliki hak-hak yang sama dan penuh
dalam konseling. Berarti klien tidak bisa dipaksa untuk menyingkapkan hal-hal yang tidak ingin
diungkapkannya.
* Kontrak
memperkecil perbedaan status dan menekankan persamaan di antara konselor dan
klien.
3. Teknik-Teknik
Terapi
Dalam AT konseling diarahkan kepada
bagaimana klien bertransaksi dengan lingkungannya. Karena itu, dalam melakukan
konseling ini, konselor memfokuskan perhatian terhadap apa yang dikatakan klien
kepada orang lain dan apa yang dikatakan orang lain kepada klien. Untuk itu,
teknik yang sering digunakan dalam AT diantaranya adalah analisis struktur,
analisis transaksional, analisis mainan dan analisis skript,.
a. Analisis
Struktur
Analisis struktur maksudnya adalah analisis
terhadap status ego yang menjadi dasar struktur kepribadian klien yang terlihat
dari respons atau stimulus klien dengan orang lain.
b. Analisis
transaksional
Konselor menganalisis pola transaksi dalam
kelompok, sehingga konselor dapat mengetahui ego state yang mana yang lebih
dominan dan apakah ego state yang ditampilkan tersebut sudah tepat atau
belum.
c. Analisis
Mainan
Analisis mainan adalah analisis hubungan
transaksi yang terselubung antara Klien dengan konselor atau dengan
Lingkungannya. Konselor menganalisis suasana permainan yang diikuti oleh klien
untuk mendapat sentuhan, setelah itu dilihat apakah klien mampu menanggung
resiko atau malah bergerak kearah resiko yang tingkatnya lebih rendah.
d. Analisis
Skript
Analisis Skript ini merupakan usaha konselor
untuk mengenal proses terbentuknya skript yang dimiliki klien. Analisis skript
ini hendaknya sampai menyelidiki transaksi seseorang sejak dalam asuhan orang
tua, pada masa ini terjadi transaksi antara orang tua dengan anak-anaknya. Dan
pada akhirnya terbentuk suatu tujuan hidup dan rencana hidup (script atau
naskah). Hal ini dilakukan apabila konselor sudah meyakini bahwasanya kliennya
terjangkit posisi hidup yang tidak sehat
B. Rational
Emotive Therapy Ellis
Konseling rational emotive behavior
atau lebih tepatnya disebut rational emotive behavior therapy ( REBT)
dikembangkan oleh Albert Ellis pada tahun 1962. Rasional emotive adalah aliran
yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang
sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah
makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang
berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. (Willis, 2004 :
75). Menurut Ellis (dalam Latipun, 2001 : 92) berpandangan bahwa REBT merupakan
terapi yang sangat komprehensif, yang menangani masalah-masalah yang
berhubungan dengan emosi, kognisi, dan perilaku.
1. Konsep
Dasar Pandangan Ellis Tentang Perilaku atau Kepribadian
Pandangan dari
pendekatan rational emotive tentang kepribadian dapat dikaji dari
konsep-konsep teori Albert Ellis. Ada tiga pilar yang membangun tingkah laku
individu, kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan teori ABC, yaitu :
a. Antecedent
event (A)
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa
luar yang dialami individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian,
tingkah laku atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi
siswa dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecedent event bagi
seseorang.
b. Belief
(B)
Belif (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai atau
verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua
macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belif atau rB) dan keyakinan
yang tidak rasional (irasional belif atau iB). Keyakinan yang rasional
merupakan cara berfikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal dan
bijaksana. Sedangkan keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan yang
sistem berfikir seseorang yang salah, tidak masuk akal dan emosional.
c. Emotional
consequence (C)
Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi
emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam membentuk perasaan senang
atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecedent event (A). Konsekuensi
emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa
variable antara lain dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Dalam buku Psikologi konseling dan
terapy, Corey memberi nama REBT dengan
RET. Menurut Corey (2005: 241) RET adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan
asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional
dengan jujur maupun untuk berpikir irrasional dan jahat.
Pendekatan rational emotive
merupakan konseling yang menekankan kebersamaan antara berpikir dengan akal sehat
(rational thinking), berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting), serta
sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir
dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan
berperilaku (Winkell, 1997 : 429).
Berdasarkan pada apa yang telah
dijelaskan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa konseling REBT adalah suatu
bentuk bantuan terhadap klien melalui konseling individu yang berusaha memahami
manusia sebagaimana adanya yang berhubungan dengan emosi, kognisi, dan perilaku
yang memiliki potensi untuk berpikir rasional maupun irrasional dan konseling
REBT ini merubah keyakinan irrasional menjadi rasional.
2.
Unsur-Unsur
Terapi
a) Peranan
dan fungsi terapi
Aktivitas-aktivitas terapeutik utama
TRE dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu membantu klien untuk
membebaskan diri dari gagasangagasan yang tidak logis dan untuk belajar
gagasan-gagasan yang logis debagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan
klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia
menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang irasional dan tahayul yang
berasal dari orangtuanya maupun dari kebudayaannya.
b) Hubungan
antara terapi dan klien
Pola hubungan pada konseling ini
berbeda denagn sebagian besar bentuk terapi yang lain. ide dasar pengembangan
hubungan adalah menolong klien dalam hal menghindari sifat mengutuk diri
sendiri. Disini terapis harus menunjukkan sifat penerimaan mereka secara penuh,
tidak ada hubungan yang membertikan arti utama paad kehangatan pribadi dan
pengertian empatik, dengan asumsi empatik bisa menjadi kontra produktif karena
bisa memupuk rasa ketergantungan. Tetpi terapis menekankan hubungan saling
mengerti dan membangun kerjasama dan terapis biasanya sanagt terbuka dan
langsung dalam mengungkapkan keyakinan dan nilai mereka sendiri (Corey, 1995:
475-476).
c) Tujuan
Terapi
Dalam kontek teori kepribadian,
tujuan konseling merupakan efek (E) yang diharapkan terjadi setelah dilakukan
intervensi oleh konselor (desputing/D). oleh karena itu teori TRE tentang
kepribadian dalam formula A-BC dilengkapi pleh Ellis sebagai teori konseling
menjadi A-B-C-D-E(antecedent event, belief, emotional consequence, desputing,
dan effect). Efek yang dimaksud adalah keadaan psikologis yang diharapkan
terjadi pada klien setelah mengikuti proses konseling.
3.
Teknik-Teknik
Terapi
a) Teknik
Emotive
Menurut Corey (1995) ada beberapa
teknik emotif, yaitu: (1) assertive training; digunakan untuk melatih,
mendorong dan membiasakan klien untuk secara terus menerus menyesuaikan dirinya
dengan pola perilaku sesuai dengan yang diinginkannya, (2) sosiodrama;
digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan klien
(perasaanperasaan negatif) melalui suatu suasana yang dramatisasikan sehingga
klien dapat secara bebas mengungkapan dirinya sendiri baik secara lisan,
tulisan ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis, (3) self modeling, digunakan
dengan meminta klien untuk berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor
untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu. (4) irnitasi, digunakan
dimana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku
tertentu dengan maksud menghadapi perilakunya sendiri yang negative.
b) Teknik
Behavioristik
Ada dua teknik behavioristik yaitu;
(1). Reinforment, digunakan untuk mendorong klien kearah perilaku yang lebih
rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal ataupun punishment,
(2) Social modeling, digunakan untuk menggambarkan perilaku –perilaku tertentu,
khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan
sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.
c) Teknik
Kognitif
Teknik kognitif yang cukup
dikenal adalah Home Work Assigment atau teknik tugas rumah, digunakan agar
klien dapat membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu
yang menuntun pola perilaku yang diharapkan.(Corey, 1995)
C. Terapi
Perilaku (Behaviour Therapy)
Terapi
perilaku (Behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk
psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan
untuk menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders,
phobias, dengan memakai tehnik yang didisain menguatkan kembali perilaku yang
diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.
1. Konsep Dasar Teori Perilaku Tentang
Kepribadian
Watson
dkk selama 1920 melakukan pengkondisian (conditioning) dan pelepasan kondisi
(deconditioning) pada rasa takut, merupakan cikal bakal terapi perilaku
formal. Pada tahun 1927, Ivan Pavlov terkenal dengan percobaannya pada
anjing dengan memakai suara bell untuk mengkondisikan anjing bahwa bell =
makanan, yang kemudian dikenal juga sebagai Stimulus dan Respon. Terapi
perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF
Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe
Yusuf dan Hans Eysenck.
Secara
umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara, yaitu Afrika Selatan (Wolpe),
Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman dan Eysenck) yang masing-masing
memiliki pendekatan berbeda dalam melihat masalah perilaku. Eysenck memandang
masalah perilaku sebagai interaksi antara karakteristik kepribadian,
lingkungan, dan perilaku.
Skinner
dkk. di Amerika Serikat menekankan pada operant conditioning yang menciptakan
sebuah pendekatan fungsional untuk penilaian dan intervensi berfokus pada
pengelolaan kontingensi seperti ekonomi dan aktivasi perilaku. Ogden Lindsley
merumuskan precision teaching, yang mengembangkan program grafik (bagan
celeration) standar untuk memantau kemajuan klien. Skinner secara pribadi lebih
tertarik pada program-program untuk meningkatkan pembelajaran pada mereka
dengan atau tanpa cacat dan bekerja dengan Fred S. Keller untuk mengembangkan
programmed instruction.
Program
ini dicoba ke dalam pusat rehabilitasi Aphasia dan berhasil. Gerald Patterson
menggunakan program yang sama untuk mengembangkan teks untuk mengasuh anak-anak
dengan masalah perilaku.
Teori dasar Metode Terapi Perilaku
Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten
telah dibiasakan (conditioned) atau dipelajari (learned). Terapi untuk
perilaku maladaptif adalah dg penghilangan kebiasaan (deconditioning) atau
ditinggalkan (unlearning). Untuk menguatkan perilaku adalah dg pembiasaan
perilaku (operant and clasical conditioning)
2.
Unsur-Unsur Terapi
a)
Tujuan
Tujuan
umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses
belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari
(learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik
learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang
lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas
proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian
pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang
layak, namun belum dipelajari;
b)
Fungsi dan Peran Terapis
Terapis
tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian
treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan
masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas
berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang
maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan,
mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive.
c)
Hubungan antara Terapis dan Klien
Pembentukan
hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses
terapeutik, peran terapis yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi
perkuatan. Para terapis tingkah laku menghindari bermain peran yang dingin dan
impersonal sehingga hubungan terapeutik lebih terbangun daripada hanya
memaksakan teknik-teknik kaku kepada para klien.
3, Teknik-Teknik
Terapi
a) Sistematis Desensitisasi, adalah jenis
terapi perilaku yang digunakan dalam bidang psikologi untuk membantu secara
efektif mengatasi fobia dan gangguan kecemasan lainnya. Lebih khusus lagi,
adalah jenis terapi Pavlov/terapi operant conditioning therapy yang
dikembangkan oleh psikiater Afrika Selatan, Joseph Wolpe. Dalam metode ini,
pertama-tama klien diajarkan keterampilan relaksasi untuk mengontrol rasa takut
dan kecemasan untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan menggunakannya untuk
bereaksi terhadap situasi dan kondisi sedang ketakutan. Tujuan dari proses ini
adalah bahwa seorang individu akan belajar untuk menghadapi dan mengatasi
phobianya, yang kemudian mampu mengatasi rasa takut dalam phobianya. Fobia
spesifik merupakan salah satu gangguan mental yang menggunakan proses
desensitisasi sistematis. Ketika individu memiliki ketakutan irasional dari
sebuah objek, seperti ketinggian, anjing, ular, mereka cenderung untuk
menghindarinya. Tujuan dari desensitisasi sistematis untuk mengatasi ini adalah
pola memaparkan pasien bertahap ke objek fobia sampai dapat ditolerir.
b) Exposure and Response Prevention (ERP),
untuk berbagai gangguan kecemasan, terutama gangguan Obsessive
Compulsive. Metode ini berhasil bila efek terapeutik yang dicapai ketika subjek
menghadapi respons dan menghentikan pelarian. Metodenya dengan memaparkan
pasien pada situasi dengan harapan muncul kemampuan menghadapi respon (coping)
yang akan mengurangi mengurangi tingkat kecemasannya. Sehingga pasien
bisa belajar dengan menciptakan coping strategy terhadap keadaan yang bisa
menyebabkan kecemasan perasaan dan pikiran. Coping strategy ini dipakai
untuk mengontrol situasi, diri sendiri dan yang lainnya untuk mencegah
timbulnya kecemasan.
c) Modifikasi perilaku, menggunakan teknik
perubahan perilaku yang empiris untuk memperbaiki perilaku, seperti mengubah
perilaku individu dan reaksi terhadap rangsangan melalui penguatan positif dan
negatif. Penggunaan pertama istilah modifikasi perilaku nampaknya oleh Edward
Thorndike pada tahun 1911. Penelitian awal tahun 1940-an dan 1950-an istilah
ini digunakan oleh kelompok penelitian Joseph Wolpe, teknik ini digunakan untuk
meningkatkan perilaku adaptif melalui reinforcement dan menurunkan perilaku
maladaptive melalui hukuman (dengan penekanan pada sebab). Salah satu cara
untuk memberikan dukungan positif dalam modifikasi perilaku dalam memberikan
pujian, persetujuan, dorongan, dan penegasan; rasio lima pujian untuk setiap
satu keluhan yang umumnya dipandang sebagai efektif dalam mengubah perilaku dalam
cara yang dikehendaki dan bahkan menghasilkan kombinasi stabil.
d) Flooding, adalah teknik psikoterapi yang
digunakan untuk mengobati fobia. Ini bekerja dengan mengekspos pasien pada
keadaan yang menakutkan mereka. Misalnya ketakutan pada laba laba (arachnophobia
), pasien kemudian dikurung bersama sejumlah laba laba sampai akhirnya
sadar bahwa tidak ada yang terjadi. Banjir ini diciptakan oleh psikolog
Thomas Stampfl pada tahun 1967. Flooding adalah bentuk pengobatan yang efektif
untuk fobia antara lain psychopathologies. Bekerja pada prinsip-prinsip
pengkondisian klasik-bentuk pengkondisian Pavlov klasik-di mana pasien mengubah
perilaku mereka untuk menghindari rangsangan negatif. Tehnik Terapi:
1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala
2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala
gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.
3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan
menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.
4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling
ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang
paling ingin dihindarinya, dan
5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan
tidak lagi muncul dalam diri klien.
e) Latihan relaksasi. Relaksasi menghasilkan efek fisiologis
yang berlawanan dengan kecemasan yaitu kecepatan denyut jantung yang lambat,
peningkatan aliran darah perifer, dan stabilitas neuromuscular. Berbagai metode
relaksasi telah dikembangkan, walaupun beberapa diantaranya, seperti yoga dan
zen, telah dikenal selama berabad-abad. Sebagian besar metode untuk mencapai
relaksasi didasarkan pada metode yang dinamakan relaksasi progresif. Pasien
merelaksasikan kelompok otot-otot besarnya dalam urutan yang tertentu, dimulai
dengan kelompok otot kecil di kaki dan menuju ke atas atau sebaliknya. Beberapa
klinisi menggunakan hypnosis untuk mempermudah relaksasi atau menggunakan tape
recorder untuk memungkinkan pasien mempraktekkan relaksasi sendiri. Khayalan
mental atau mental imagery adalah metode relaksasi dimana pasien diinstruksikan
untuk mengkhayalkan diri sendiri di dalam tempat yang berhubungan dengan rasa
relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan pasien memasuki
keadaan atau pengalaman relaksasi seperti yang dinamakan oleh Benson, respon
relaksasi.
f) Observational learning, Juga dikenal
sebagai: monkey see monkey do. Ada 4 proses utama observasi pembelajaran:
Attention to the model, Retention of details (observer harus mampu mengingat
kebiasaan model), Motor reproduction (observer mampu menirukan aksi),
Motivation and opportunity (observer harus termotivasi melakukan apa yang telah
diobservasi dan diingat dan harus berkesempatan melakukannya) reinforcement.
Punishment may discourage repetition of the behaviour.
g) Latihan Asertif. Tehnik latihan asertif membantu
klien yang:
1. Tidak mampu mengungkapkan ‘’emosi’’ baik berupa
mengungkapkan rasa marah atau perasaan tersinggung.
2.Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya,
2.Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya,
3. Klien yang sulit menyatakan penolakan,
mengucapkan kata “Tidak”.
4. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Prosedur: Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk melakukan hal-hal yang rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami hambatan untuk bersikap tegas di hadapan atasannya itu. Cara Terapinya: Pertama-tama klien memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi terapis, sementara terapis mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan. Kemudian, mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan terapis memainkan peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan pengarahan kepada terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis, sebaliknya terapis melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan.
4. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Prosedur: Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk melakukan hal-hal yang rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami hambatan untuk bersikap tegas di hadapan atasannya itu. Cara Terapinya: Pertama-tama klien memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi terapis, sementara terapis mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan. Kemudian, mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan terapis memainkan peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan pengarahan kepada terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis, sebaliknya terapis melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan.
h) Terapi Aversi. Teknik-teknik pengondisian
aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan
behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik
dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak
diinginkan terhambat/hilang. Terapi ini mencakup gangguan, kecanduan Alkohol,
Napza, Kompulsif, Fetihisme, Homoseksual, Pedhophilia, Judi, Penyimpangan
seksual lainnya. Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling
kontroversi, misalnya memberikan kejutan listrik pada anak anak autis bila
muncul tingkah laku yang tidak diinginkan.
Efek-efek samping: Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum hadir. Jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada kemungkinan menarik diri secara berlebihan, Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, Mis; Seorang anak yang dihukum karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua pelajaran, sekolah, semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada umumnya,
Efek-efek samping: Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum hadir. Jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada kemungkinan menarik diri secara berlebihan, Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, Mis; Seorang anak yang dihukum karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua pelajaran, sekolah, semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada umumnya,
i) Pengondisian operan. Tingkah laku operan adalah
tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah
laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku
operan merupakan tingkah laku paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang
mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain,
dsb. Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas
kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip
penguatan yang menerangkan pembentukan, memelihara, atau penghapusan pola-pola
tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian
ringkas dari metode-metode pengondisian operan yang mencakup: perkuatan
positif, pembentukan respons, perkuatan intermiten, penghapusan, pencontohan,
dan token economy. Perkuatan positif, adalah pembentukan suatu pola tingkah
laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang
diharapkan muncul. Cara ini ampuh untuk mengubah tingkah laku.
Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang
tingkah laku yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan
kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan
tidur atau istirahat. Pemerkuat-pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan
kebutuhan psikologis dan sosial, memiliki nilai karena berasosiasi dengan
pernerkuat-pemerkuat primer. Pembentukan Respon, adalah tingkah laku yang
sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari
tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati
tingkah laku akhir. Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons
yang pada mulanya tidak terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu.
Perkuatan sering digunakan dalam proses pembentukan respons ini. jadi,
misalnya, jika seorang guru ingin membentuk tingkah laku kooperatif sebagai
ganti tingkah laku kompetitif, dia bisa memberikan perhatian dan persetujuan
kepada tingkah laku yang diinginkannya itu. Pada anak autistik yang tingkah
laku motorik, verbal, emosional, dan sosialnya kurang adaptif, terapis bisa
membentuk tingkah laku yang lebih adaptif dengan memberikan pemerkuat-pemerkuat
primer maupun sekunder. Perkuatan intermiten, diberikan secara bervariasi
kepada tingkah laku yang spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh
perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding
dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang
terus-menerus. Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah
laku, pada tahap-tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi
munculnya tingkah laku yang diinginkan, sesegera mungkin saat tingkah laku yang
diinginkan muncul. Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah
laku spesifik apa yang diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku yang
diinginkan itu meningkat frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian perkuatan
bisa dikurangi. Penghapusan, adalah dengan landadsan bahwa apabila suatu
respons terus-menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung
menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari
cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus
tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang
maladaptif itu. Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung
lambat karena tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan
intermiten dalam jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian
pemberian perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak
menunjukkan kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa
menghindari pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak
tersebut. Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak
agar belaj.u tingkah laku yang diinginkan. Modeling, metodenya dengan mengamati
seorang kemudian mencontohkan tingkah laku sang model.
Bandura(1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman
langsung, bisa juga diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah
laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan
sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model
yang ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang
bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati
objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat
yang menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa
dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan
kehormatan model amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh
tingkah laku model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat di
mata mereka sebagai pengamat. Token Ekonomi, metode token economy dapat
digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan
pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh.
Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan
perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang
nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini.
Metode taken economy sangat mirip dengan yang dijumpai dalam kehidupan nyata,
misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil pekerjaan mereka.
Sumber-sumber:
Corey
Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Terjemahan
E.Koeswara. Bandung: Refika Aditama.
Gerald Corey, Konseling dan Psikoterapi,
Refika Aditama, 2009, Bandung
John and Rita Sommers, Counseling and
Psychotherapy theories in context and practice, John Wiley & Sons, Inc, 2004, New Jersey.
Michel Hersen, Encyclopedia of Psychotherapy,
Pacific University, Forest Grove, Oregon. AP.
Willis, S. Sofyan. 2004. Konseling
Individual Teori dan Praktek. Bandung : CV. Alfabeta.
W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti.
(2004) Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.
Windy Dryden, Developments in
Psychotherapy, SAGE Publications Ltd, 2006, London.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar