Minggu, 01 Juni 2014

Tugas Portofolio 3

  A.   Analisis Transaksional Berne
            Analisis Transaksional (AT) adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. Transaksional maksudnya ialah hubungan komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Adapun hal yang dianalisis yaitu meliputi bagaimana bentuk cara dan isi dari komunikasi mereka. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan apakah transaksi yang terjadi berlangsung secara tepat, benar dan wajar. Bentuk, cara dan isi komunikasi dapat menggambarkan apakah seseorang tersebut sedang mengalami masalah atau tidak.
AT dikembangkan oleh Eric Berne tahun 1960 yang ditulisnya dalam buku Games People Play. Analisis Transaksional (AT) dapat digunakan dalam konseling individual, tetapi lebih cocok digunakan dalam konseling kelompok. Analisis Transaksional melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh klien, yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah proses konseling. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.
  1. Konsep Dasar Pandangan Berne tentang Perilaku
       Pandangan analisis transaksional tentang hakekat manusia ialah :
  
    a.  Pada dasarnya manusia mempunyai keinginan atau dorongan – dorongan untuk memperoleh          sentuhan atau “stroke”.

    b. Kehidupan manusia bukanlah merupakan sesuatu yang telah ditentukan (anti deterministik)
    
    c.Manusia mampu memahami keputusan-keputusannya pada masa lalu & kemudian dapat memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang pernah diambil

    d. Manusia mempunyai kebebasan untuk memilih & dalam tingkat kesadaran tertentu indivu dapat menjadi mandiri dalam menghadapi persoalan hidupnya

    e. Hakekat manusia selalu ditempatkan dalam interaksi sebagai dasar pertumbuhan dirinya.

   f. Manusia dapat ditingkatkan, dikembangkan dan diubah secara langsung melalui proses yang aman, menggairahkan dan bahkan menyenangkan.

Ketika Berne menghadapi klien, ia menemukan bahwa kliennya kadang-kadang berfikir, berperasaan dan berperilaku seperti anak-anak, tapi di lain kesempatan terlihat seperti orang tua atau orang dewasa. Berdasarkan pengalamanya dengan klien itu, Berne berkesimpulan bahwa manusia memiliki berbagai bentuk kondisi ego, atau disebutnya dengan ego states yaitu unsur-unsur  kepribadian yang terstruktur dan itu  merupakan satu kesatuan yang utuh.

            Adapun struktur kepribadian itu terdiri dari 3 status ego yaitu ; ego orang tua, ego dewasa dan ego anak.

1.  Status Ego orang tua. (ego state parent) Yaitu bagian dari kepribadian yg menunjukkan sifat-sifat orang tua, berisi perintah (harus & semestinya). Jika individu merasa dan bertingkah laku sebagaimana orang tuanya dahulu, maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut dalam status ego orang tua. Status ego orang tua merupakan suatu kumpulan perasaan, sikap, pola-pola tingkah laku yang mirip dengan bagaimana orang tua individu merasa dan bertingkah laku terhadap dirinya.

2. Status Ego dewasa (Ego state adult) Yaitu bagian dari kepribadian yg objektif, stabil, tidak emosional, rasional, logis, tidak menghakimi, berkerja dengan fakta dan kenyataan-kenyataan, selalu berusaha untuk menggunakan informasi yang tersedia untuk menghasilkan pemecahan yang terbaik dalam pemecahan berbagai masalah. Dalam status orang dewasa selalu akan berisi hal-hal yang produktif, objektif, tegas, dan efektif dan bertanggung jawab dalam menghadapi kehidupan. Jika individu bertingkah laku sesuai dengan yang telah disebutkan tadi, maka individu tersebut dikatakan dalam status ego dewasa..

3.Status ego anak (ego state child) Yaitu bagian dari kepribadian yang menunjukkan ketidakstabilan, reaktif, humor, kreatif, serta inisiatif, masih dalam perkembangan, berubah-ubah, ingin tahu dan sebaginya. Status ego anak berisi perasaan, tingkah laku dan bagaimana berpikir ketika masih kanak-kanak dan berkembang bersama dengan pengalaman semasa kanak-kanak.

     2.    Unsur-Unsur Terapi
     a.    Tujuan konseling analisis transaksional

    Menurut Eric Berne 1966 (Dewa Ketut Sukardi 1984:223), mengemukakan empat tujuan yang ingin dicapai dalam konseling  analisis transaksional, yaitu:

     1) Konselor membantu klien yang mengalami kontaminasi status ego yang berlebihan.

   2) Konselor membantu mengembangkan kapasitas diri klien dalam menggunakan semua status egonya yang cocok, mencakup memperoleh kebebasan dan kemampuan yang dapat ditembus diantara status egonya.

   3) Konselor berusaha membantu klien dalam mengembangkan seluruh status ego dewasanya. Pengembangan ini pada hakikatnya adalah menetapkan pikiran dan penalaran individu, untuk itu individu membutuhkan kemampuan serta kapasitas yang optimal dalam mengatur hidupnya sendiri.

      4) Konselor membantu klien dalam membebaskan dirinya dari posisi hidup yang kurang cocok       serta menggantinya dengan rencana hidup yang baru yang lebih produktif.
  
     b. Sikap, Peran dan tugas konselor
   Konselor  dalam AT berperan sebagai guru, pelatih, narasumber dan sebagai fasilitator yang bersikap Terbuka, tanggung jawab, Hangat, perhatian dan Tulus.

  1) Sebagai guru, konselor menerangkan konsep-konsep seperti analisis struktural, analisis transaksional analisis skenario, dan analisis permainan.

   2)Sebagai pelatih, konselor mendorong dan mengajari agar klien mempercayai ego dewasanya sendiri, membantu klien agar terampil melaksanakan hubungan antar pribadi dengan menggunakan status ego yang tepat.

     3)Sebagai nara sumber, Konselor Membantu klien dalam hal menemukan kondisi masa lalu yg tdk menguntungkan.

   4) Sebagai fasilitator, Konselor menolong klien mendapatkan perangkat yg diperlukan, menyediakan lingkungan yang menunjang untuk mencapai perubahan klien atau keseimbangan ego state klien.
     
     c.  Sikap, Peran dan Tugas Klien

         ·  Klien mampu dan bersedia memahami dan menerima kontrak konseling

         · Klien harus aktif dalam proses konseling

         · Klien memperlihatkan kesediaan untuk berubah dg benar-benar berbuat.

     d.    Situasi Hubungan
          Ada beberapa implikasi yang menyangkut hubungan konselor dan klien, yaitu:

     * Tidak ada jurang pengertian yang tidak bisa dijembatani di antara konselor dan klien. Konselor        dan klien berbagi kata-kata dan konsep-konsep yang sama, dan keduanya memiliki pemahaman    yang sama tentang situasi yang dihadapi.

    * Klien memiliki hak-hak yang sama dan penuh  dalam konseling. Berarti klien tidak bisa dipaksa  untuk menyingkapkan hal-hal yang tidak ingin diungkapkannya.

    * Kontrak memperkecil perbedaan status dan menekankan persamaan di antara konselor dan klien. 

   3. Teknik-Teknik Terapi
Dalam AT konseling diarahkan kepada bagaimana klien bertransaksi dengan lingkungannya. Karena itu, dalam melakukan konseling ini, konselor memfokuskan perhatian terhadap apa yang dikatakan klien kepada orang lain dan apa yang dikatakan orang lain kepada klien. Untuk itu, teknik yang sering digunakan dalam AT diantaranya adalah analisis struktur, analisis transaksional, analisis mainan dan analisis skript,.

      a.  Analisis Struktur
   Analisis struktur maksudnya adalah analisis terhadap status ego yang menjadi dasar struktur kepribadian klien yang terlihat dari respons atau stimulus klien dengan orang lain.

      b. Analisis transaksional
     Konselor menganalisis pola transaksi dalam kelompok, sehingga konselor dapat mengetahui ego state yang mana yang lebih dominan dan apakah ego state yang ditampilkan tersebut sudah tepat atau  belum.

      c. Analisis Mainan
     Analisis mainan adalah analisis hubungan transaksi yang terselubung antara Klien dengan konselor atau dengan Lingkungannya. Konselor menganalisis suasana permainan yang diikuti oleh klien untuk mendapat sentuhan, setelah itu dilihat apakah klien mampu menanggung resiko atau malah bergerak kearah resiko yang tingkatnya lebih rendah.

      d. Analisis Skript
    Analisis Skript ini merupakan usaha konselor untuk mengenal proses terbentuknya skript yang dimiliki klien. Analisis skript ini hendaknya sampai menyelidiki transaksi seseorang sejak dalam asuhan orang tua, pada masa ini terjadi transaksi antara orang tua dengan anak-anaknya. Dan pada akhirnya terbentuk suatu tujuan hidup dan rencana hidup (script atau naskah). Hal ini dilakukan apabila konselor sudah meyakini bahwasanya kliennya terjangkit posisi hidup yang tidak sehat
      
      B.  Rational Emotive Therapy Ellis
Konseling rational emotive behavior atau lebih tepatnya disebut rational emotive behavior therapy ( REBT) dikembangkan oleh Albert Ellis pada tahun 1962. Rasional emotive adalah aliran yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. (Willis, 2004 : 75). Menurut Ellis (dalam Latipun, 2001 : 92) berpandangan bahwa REBT merupakan terapi yang sangat komprehensif, yang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan emosi, kognisi, dan perilaku.

      1.      Konsep Dasar Pandangan Ellis Tentang Perilaku atau Kepribadian
     Pandangan dari pendekatan rational emotive tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep teori Albert Ellis. Ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan teori ABC, yaitu :
       
       a.       Antecedent event (A)
     Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecedent event bagi seseorang.

      b.       Belief (B)
      Belif (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belif atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irasional belif atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berfikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal dan bijaksana. Sedangkan keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan yang sistem berfikir seseorang yang salah, tidak masuk akal dan emosional.

       c.       Emotional consequence (C)
      Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam membentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecedent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara lain dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.

       
Dalam buku Psikologi konseling dan terapy, Corey memberi  nama REBT dengan RET. Menurut Corey (2005: 241) RET adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dengan jujur maupun untuk berpikir irrasional dan jahat.

            
Pendekatan rational emotive merupakan konseling yang menekankan kebersamaan antara berpikir dengan akal sehat (rational thinking), berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting), serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku (Winkell, 1997 : 429).
            
Berdasarkan pada apa yang telah dijelaskan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa konseling REBT adalah suatu bentuk bantuan terhadap klien melalui konseling individu yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya yang berhubungan dengan emosi, kognisi, dan perilaku yang memiliki potensi untuk berpikir rasional maupun irrasional dan konseling REBT ini merubah keyakinan irrasional menjadi rasional.

     2.    Unsur-Unsur Terapi
      a)      Peranan dan fungsi terapi
            Aktivitas-aktivitas terapeutik utama TRE dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasangagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis debagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang irasional dan tahayul yang berasal dari orangtuanya maupun dari kebudayaannya.

      b)      Hubungan antara terapi dan klien
            Pola hubungan pada konseling ini berbeda denagn sebagian besar bentuk terapi yang lain. ide dasar pengembangan hubungan adalah menolong klien dalam hal menghindari sifat mengutuk diri sendiri. Disini terapis harus menunjukkan sifat penerimaan mereka secara penuh, tidak ada hubungan yang membertikan arti utama paad kehangatan pribadi dan pengertian empatik, dengan asumsi empatik bisa menjadi kontra produktif karena bisa memupuk rasa ketergantungan. Tetpi terapis menekankan hubungan saling mengerti dan membangun kerjasama dan terapis biasanya sanagt terbuka dan langsung dalam mengungkapkan keyakinan dan nilai mereka sendiri (Corey, 1995: 475-476).

      c)      Tujuan Terapi
         Dalam kontek teori kepribadian, tujuan konseling merupakan efek (E) yang diharapkan terjadi setelah dilakukan intervensi oleh konselor (desputing/D). oleh karena itu teori TRE tentang kepribadian dalam formula A-BC dilengkapi pleh Ellis sebagai teori konseling menjadi A-B-C-D-E(antecedent event, belief, emotional consequence, desputing, dan effect). Efek yang dimaksud adalah keadaan psikologis yang diharapkan terjadi pada klien setelah mengikuti proses konseling.

     3.    Teknik-Teknik Terapi
       a)      Teknik Emotive
            Menurut Corey (1995) ada beberapa teknik emotif, yaitu: (1) assertive training; digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara terus menerus menyesuaikan dirinya dengan pola perilaku sesuai dengan yang diinginkannya, (2) sosiodrama; digunakan untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan klien (perasaanperasaan negatif) melalui suatu suasana yang dramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapan dirinya sendiri baik secara lisan, tulisan ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis, (3) self modeling, digunakan dengan meminta klien untuk berjanji atau mengadakan komitmen dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu. (4) irnitasi, digunakan dimana klien diminta untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi perilakunya sendiri yang negative.

      b)      Teknik Behavioristik
            Ada dua teknik behavioristik yaitu; (1). Reinforment, digunakan untuk mendorong klien kearah perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal ataupun punishment, (2) Social modeling, digunakan untuk menggambarkan perilaku –perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.

      c)      Teknik Kognitif
Teknik kognitif yang cukup dikenal adalah Home Work Assigment atau teknik tugas rumah, digunakan agar klien dapat membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntun pola perilaku yang diharapkan.(Corey, 1995)


C. Terapi Perilaku (Behaviour Therapy)
 Terapi perilaku (Behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders, phobias, dengan memakai tehnik yang didisain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.

     1.    Konsep Dasar Teori Perilaku Tentang Kepribadian
            Watson dkk selama 1920 melakukan pengkondisian (conditioning) dan pelepasan kondisi (deconditioning) pada rasa takut, merupakan cikal bakal terapi perilaku formal.  Pada tahun 1927, Ivan Pavlov terkenal dengan percobaannya pada anjing dengan  memakai suara bell untuk mengkondisikan anjing bahwa bell = makanan, yang kemudian dikenal juga sebagai Stimulus dan Respon. Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck.
            Secara umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara, yaitu Afrika Selatan (Wolpe), Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman dan Eysenck) yang masing-masing memiliki pendekatan berbeda dalam melihat masalah perilaku. Eysenck memandang masalah perilaku sebagai interaksi antara karakteristik kepribadian, lingkungan, dan perilaku.
            Skinner dkk. di Amerika Serikat menekankan pada operant conditioning yang menciptakan sebuah pendekatan fungsional untuk penilaian dan intervensi berfokus pada pengelolaan kontingensi seperti ekonomi dan aktivasi perilaku. Ogden Lindsley merumuskan precision teaching, yang mengembangkan program grafik (bagan celeration) standar untuk memantau kemajuan klien. Skinner secara pribadi lebih tertarik pada program-program untuk meningkatkan pembelajaran pada mereka dengan atau tanpa cacat dan bekerja dengan Fred S. Keller untuk mengembangkan programmed instruction.
            Program ini dicoba ke dalam pusat rehabilitasi Aphasia dan berhasil. Gerald Patterson menggunakan program yang sama untuk mengembangkan teks untuk mengasuh anak-anak dengan masalah perilaku.

Teori dasar Metode Terapi Perilaku
Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau dipelajari (learned). Terapi  untuk perilaku maladaptif adalah dg penghilangan kebiasaan (deconditioning) atau ditinggalkan (unlearning). Untuk menguatkan perilaku adalah dg pembiasaan perilaku (operant and clasical conditioning)

       2.      Unsur-Unsur Terapi
       a)      Tujuan
            Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum dipelajari;

      b)      Fungsi dan Peran Terapis
            Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive.
       c)      Hubungan antara Terapis dan Klien

            Pembentukan hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses terapeutik, peran terapis yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi perkuatan. Para terapis tingkah laku menghindari bermain peran yang dingin dan impersonal sehingga hubungan terapeutik lebih terbangun daripada hanya memaksakan teknik-teknik kaku kepada para klien.

3, Teknik-Teknik Terapi
    a) Sistematis Desensitisasi, adalah jenis terapi perilaku yang digunakan dalam bidang psikologi untuk membantu secara efektif mengatasi fobia dan gangguan kecemasan lainnya. Lebih khusus lagi, adalah jenis terapi Pavlov/terapi operant conditioning therapy yang dikembangkan oleh psikiater Afrika Selatan, Joseph Wolpe. Dalam metode ini, pertama-tama klien diajarkan keterampilan relaksasi untuk mengontrol rasa takut dan kecemasan untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan menggunakannya untuk bereaksi terhadap situasi dan kondisi sedang ketakutan. Tujuan dari proses ini adalah bahwa seorang individu akan belajar untuk menghadapi dan mengatasi phobianya, yang kemudian mampu mengatasi rasa takut dalam phobianya. Fobia spesifik merupakan salah satu gangguan mental yang menggunakan proses desensitisasi sistematis. Ketika individu memiliki ketakutan irasional dari sebuah objek, seperti ketinggian, anjing, ular, mereka cenderung untuk menghindarinya. Tujuan dari desensitisasi sistematis untuk mengatasi ini adalah pola memaparkan pasien bertahap ke objek fobia sampai dapat ditolerir.

   b) Exposure and Response Prevention (ERP),  untuk berbagai gangguan kecemasan, terutama gangguan Obsessive Compulsive. Metode ini berhasil bila efek terapeutik yang dicapai ketika subjek menghadapi respons dan menghentikan pelarian. Metodenya dengan memaparkan pasien pada situasi dengan harapan muncul kemampuan menghadapi respon (coping) yang akan mengurangi mengurangi tingkat kecemasannya.  Sehingga pasien bisa belajar dengan menciptakan coping strategy terhadap keadaan yang bisa menyebabkan kecemasan perasaan dan pikiran.  Coping strategy ini dipakai untuk mengontrol situasi, diri sendiri dan yang lainnya untuk mencegah timbulnya kecemasan.

     c) Modifikasi perilaku, menggunakan teknik perubahan perilaku yang empiris untuk memperbaiki perilaku, seperti mengubah perilaku individu dan reaksi terhadap rangsangan melalui penguatan positif dan negatif. Penggunaan pertama istilah modifikasi perilaku nampaknya oleh Edward Thorndike pada tahun 1911. Penelitian awal tahun 1940-an dan 1950-an istilah ini digunakan oleh kelompok penelitian Joseph Wolpe, teknik ini digunakan untuk meningkatkan perilaku adaptif melalui reinforcement dan menurunkan perilaku maladaptive melalui hukuman (dengan penekanan pada sebab). Salah satu cara untuk memberikan dukungan positif dalam modifikasi perilaku dalam memberikan pujian, persetujuan, dorongan, dan penegasan; rasio lima pujian untuk setiap satu keluhan yang umumnya dipandang sebagai efektif dalam mengubah perilaku dalam cara yang dikehendaki dan bahkan menghasilkan kombinasi stabil.
  
     d) Flooding, adalah teknik psikoterapi yang digunakan untuk mengobati fobia. Ini bekerja dengan mengekspos pasien pada keadaan yang menakutkan mereka.  Misalnya ketakutan pada laba laba (arachnophobia ),  pasien kemudian dikurung bersama sejumlah laba laba sampai akhirnya sadar bahwa tidak ada yang terjadi.  Banjir ini diciptakan oleh psikolog Thomas Stampfl pada tahun 1967. Flooding adalah bentuk pengobatan yang efektif untuk fobia antara lain psychopathologies. Bekerja pada prinsip-prinsip pengkondisian klasik-bentuk pengkondisian Pavlov klasik-di mana pasien mengubah perilaku mereka untuk menghindari rangsangan negatif. Tehnik Terapi:

       1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala

     2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya.

     3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis.

    4. Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan

      5.  Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.

     e) Latihan relaksasi. Relaksasi menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan kecemasan yaitu kecepatan denyut jantung yang lambat, peningkatan aliran darah perifer, dan stabilitas neuromuscular. Berbagai metode relaksasi telah dikembangkan, walaupun beberapa diantaranya, seperti yoga dan zen, telah dikenal selama berabad-abad. Sebagian besar metode untuk mencapai relaksasi didasarkan pada metode yang dinamakan relaksasi progresif. Pasien merelaksasikan kelompok otot-otot besarnya dalam urutan yang tertentu, dimulai dengan kelompok otot kecil di kaki dan menuju ke atas atau sebaliknya. Beberapa klinisi menggunakan hypnosis untuk mempermudah relaksasi atau menggunakan tape recorder untuk memungkinkan pasien mempraktekkan relaksasi sendiri. Khayalan mental atau mental imagery adalah metode relaksasi dimana pasien diinstruksikan untuk mengkhayalkan diri sendiri di dalam tempat yang berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan pasien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi seperti yang dinamakan oleh Benson, respon relaksasi.

    f) Observational learning, Juga dikenal sebagai: monkey see monkey do. Ada 4 proses utama observasi pembelajaran: Attention to the model, Retention of details (observer harus mampu mengingat kebiasaan model), Motor reproduction (observer mampu menirukan aksi), Motivation and opportunity (observer harus termotivasi melakukan apa yang telah diobservasi dan diingat dan harus berkesempatan melakukannya) reinforcement. Punishment may discourage repetition of the behaviour.

      g) Latihan Asertif. Tehnik latihan asertif membantu klien yang:

      1. Tidak mampu mengungkapkan ‘’emosi’’ baik berupa mengungkapkan rasa marah atau perasaan tersinggung.

2.Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya,

      3. Klien yang sulit menyatakan penolakan, mengucapkan kata “Tidak”.

      4.  Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.

   Prosedur: Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk melakukan hal-hal yang rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami hambatan untuk bersikap tegas di hadapan atasannya itu. Cara Terapinya: Pertama-tama klien memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi terapis, sementara terapis mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan. Kemudian, mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan terapis memainkan peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan pengarahan kepada terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis, sebaliknya terapis melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan.

   h) Terapi Aversi. Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat/hilang. Terapi ini mencakup gangguan, kecanduan Alkohol, Napza, Kompulsif, Fetihisme, Homoseksual, Pedhophilia, Judi, Penyimpangan seksual lainnya. Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversi, misalnya memberikan kejutan listrik pada anak anak autis bila muncul tingkah laku yang tidak diinginkan.

Efek-efek samping: Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum hadir. Jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada kemungkinan menarik diri secara berlebihan, Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, Mis; Seorang anak yang dihukum karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua pelajaran, sekolah, semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada umumnya,

     i) Pengondisian operan. Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain, dsb. Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip penguatan yang menerangkan pembentukan, memelihara, atau penghapusan pola-pola tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari metode-metode pengondisian operan yang mencakup: perkuatan positif, pembentukan respons, perkuatan intermiten, penghapusan, pencontohan, dan token economy. Perkuatan positif, adalah pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Cara ini ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau istirahat. Pemerkuat-pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan kebutuhan psikologis dan sosial, memiliki nilai karena berasosiasi dengan pernerkuat-pemerkuat primer. Pembentukan Respon, adalah tingkah laku yang sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan sering digunakan dalam proses pembentukan respons ini. jadi, misalnya, jika seorang guru ingin membentuk tingkah laku kooperatif sebagai ganti tingkah laku kompetitif, dia bisa memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkannya itu. Pada anak autistik yang tingkah laku motorik, verbal, emosional, dan sosialnya kurang adaptif, terapis bisa membentuk tingkah laku yang lebih adaptif dengan memberikan pemerkuat-pemerkuat primer maupun sekunder. Perkuatan intermiten, diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang terus-menerus. Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku, pada tahap-tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku yang diinginkan, sesegera mungkin saat tingkah laku yang diinginkan muncul. Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah laku spesifik apa yang diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku yang diinginkan itu meningkat frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian perkuatan bisa dikurangi. Penghapusan, adalah dengan landadsan bahwa apabila suatu respons terus-menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu. Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan intermiten dalam jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian pemberian perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak menunjukkan kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa menghindari pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak tersebut. Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak agar belaj.u tingkah laku yang diinginkan. Modeling, metodenya dengan mengamati seorang  kemudian mencontohkan tingkah laku sang model.  Bandura(1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung, bisa juga diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat yang menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan kehormatan model amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh tingkah laku model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka sebagai pengamat. Token Ekonomi, metode token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini. Metode taken economy sangat mirip dengan yang dijumpai dalam kehidupan nyata, misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil pekerjaan mereka.


       Sumber-sumber:








               Corey Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Terjemahan E.Koeswara.       Bandung: Refika Aditama.

Gerald Corey, Konseling dan Psikoterapi,  Refika Aditama, 2009, Bandung

John and Rita Sommers,  Counseling and Psychotherapy theories in context and practice,  John Wiley & Sons, Inc, 2004, New Jersey.

Michel Hersen, Encyclopedia of Psychotherapy, Pacific University, Forest Grove, Oregon. AP.

Willis, S. Sofyan. 2004. Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung : CV. Alfabeta.

W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti. (2004) Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Windy Dryden, Developments  in  Psychotherapy, SAGE Publications Ltd, 2006, London.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar