Salam sejahtera untuk pembaca
sekalian, kali ini saya sedikit menjelaskan tentang “Pandangan Psikoanalisa,
Behaviorisme, dan Humanistik tentang Manusia”. Semoga penjelasan yang saya buat
ini bermanfaat untuk kawan-kawan sekalian yang sudah mampir di blog saya ini.
Kata manusia berasal dari kata
manu (Sansekerta) atau mens (Latin) yang berfikir, berakal budi, atau homo
(Latin) yang berarti manusia. Secara kodrati, manusia merupakan monodualis. Artinya selain sebagai makhluk individu, manusia berperan juga sebagai makhluk
sosial. Sebagai makhluk individu, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang
terdiri atas unsur Jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat di
pisahkan. Pada dasarnya manusia diberi kemampuan akal, pikiran dan perasaan
sehingga sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Setiap manusia
senantiasa akan selalu berusah untuk mengembangkan dirinya untuk memenuhi
hakikat individualisnya.
Manusia sebagai makhluk
individu manusia juga sebagai makhluk sosial yang berarti manusia mempunyai
kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia
lainnya. Dengan kata lain manusia tidak bisa hidup seorang diri dan membutuhkan
kehadiran orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia memiliki perilaku bekerja
sama dan bersaing untuk mengembangkan dirinya dan ini juga merupakan akan
menjadi salah satu keharmonisan dalam kehidupan sosialnya.
I. Pandangan Psikoanalisa Tentang Manusia
Menurut
Freud tujuan pokok dilakukannya analisis terhadap aspek-aspek kejiwaan manusia
bukan untuk mendapatkan teknik penyembuhan gangguan jiwa tetapi untuk
memperoleh pengetahuan yang mendalam mengenai kehidupan kejiwaan pada umumnya. Itulah
sebabnya pembahasan tentang kepribadian menjadi dominan dalam psikoanalisis. Secara
garis besar psikoanalisis membahas kepribadian dari 3 aspek yaitu struktur,
dinamika, dan perkembangan.
Struktur
Kepribadian
Freud
berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu sistem yang terdiri dari 3 unsur
yaitu das Es, Ich, dan Ueber Ich ( dalam bahasa inggris dinyatakan dengan the
Id, Ego, dan Super Ego), yang masing memiliki aspek, fungsi, prinsip, operasi,
dan perlengkapan diri.
a. Das Es
Das
Es (the Id) adalah aspek biologis kperibadian yang paling dasar, sistem yang di
dalamnya terdapat naluri-naluri, yang merupakan faktor bawaan. Yang berfungsi
untuk mempertahankan konsentrasi, maksudnya adalah membawa organisme dari
keadaan tidak menyenangka, karena munculnya kebutuha-kebutuhan ke keadaan
seperti semula, yaitu menyenangkan. Prinsip bekerja das Es adalah pleasure
principle.
b. Das Ich
Das
Ich atau Ego merupakan aspek psikologis dari kepribadian yang terbentuk dari hasil
interaksi individu dengan realitas. Adapun proses yang ada pada das Ich adalah
proses sekunder (secondary process). Dengan proses sekudernya tersebut das Ich
memformulasikan rencana bagi pemuasan kebutuhan dan menguji apakah hal itu bisa
dilakukan atau tidak.
c. Das
Ueber Ich
Das
Ueber Ich atau Super Ego adalah aspek sosiologis dari kepribadian, yang isinya
berupa nilai-nilai atau aturan-aturan yang sifatnya normative. Menurut Freud
das Ueber Ich terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai dari figur-figur yang
berperan, berpengaruh, atau berarti bagi individu.
Perkembangn
kepribadian individu menurut freud, di pengaruhi oleh kematangan dan cara-cara
individu mengatasi ketegangan. Kematangan adalah pengaru asli dari dalam diri
manusia. Menurut Freud kepribadian individu telah terbentuk pada akhir tahun
kelima, dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan penghalusan
struktur dasar itu. Selanjutnya freud menyatakan bahwa perkembangan kepribadian
berlangsung melalui 6 fase, yang berhubungan dengan kepekaan pada daerah-daerah
erogen atau bagian tubuh tertentu yang sensitif terhdap rangsangan. 6 fase itu
adalah :
1. Fase oral
(oral stagw) : 0 sampai 18 bulan bagian tubuh yang sensitif terhadap rangsangan
dalah mulut.
2. Fase anal
(anal stage) : usia 18 bulan sampai 3 tahun. Pada fase ini bagian tubuh yang
sensitif adalah anus.
3. Fase genital
erotik, pada fase ini anank mencari kepuasan seks pada alat kelaminnya. Dalam fase
ini seseorang terus berkembang sam,pai usia dewasa melalui 3 fase berikutnya.
4. Fase phalik
(phallic stage) : kira-kira usia 6 sampai pubertas. Bagian tubuh yang sensitif
adalah alat kelamin.
5. Fase laten
(latency stage) : kira-kira usia 6 sampai pubertas, pada fase ini dorongan seks
cenderung bersifat laten atau tertekan.
6. Fase genital
(genital stage) : terjadi sejak individu memasuki pubertas dan selanjutnya. Pada
masa individu telah mengalami kematangan pada organ reproduksi.
II. Pandangan Behaviorisme Tentang Manusia
Jika
psikoanalisa memfokuskan manusia hanya pada totalitas kepribadian (yang hanya
tingkah laku yang tidak nampak) tetapi teori ini memfokuskan perhatiannya lebih
menekan pada perilaku yang nampak, yakni perilaku yang dapat diukur, diramalkan
dan di gambarkan.
Manusia,
oleh teori behaviorisme disebut sebagai Homo Mechanicus, artinya manusia mesin.
Mesin adalah suatu benda yang bekerja tanpa ada motif dibelakangnya, mesin
berjalan tidak larena adanya dorongan alam bawah sadar tertentu, ia berjalan
semata-mata karena lingkungan sistemnya. Jika mobil kehabisan bensin pasti
tidak hidup, jika businya kotor juga mesin mati, jika unsur-unsur lingkungannya
lengkap pasti berjalan lancar. Tingkah laku mesin dapat diukur, diramalkan dan
di gambarkan.
Manusia, menurut teori behaviorisme juga demikian. Selain insting, seluruh tingkah laku nya merupakan hasil belajar. Belajar ialah perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Orang batak yang di pinggir pantai laut bicaranya selalu keras,. Karena lingkungan menuntut keras, yakni bersaing dengan suara ombak, sedangkan orang jawa yang hidupnya di perkampungan yang lenggang, bicarnya seperti berbisik-bisik, karena lingkungan tidak menuntut suara keras, berbisk-bisik pun terdengar.
Manusia, menurut teori behaviorisme juga demikian. Selain insting, seluruh tingkah laku nya merupakan hasil belajar. Belajar ialah perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Orang batak yang di pinggir pantai laut bicaranya selalu keras,. Karena lingkungan menuntut keras, yakni bersaing dengan suara ombak, sedangkan orang jawa yang hidupnya di perkampungan yang lenggang, bicarnya seperti berbisik-bisik, karena lingkungan tidak menuntut suara keras, berbisk-bisik pun terdengar.
Behaviorisme
tidak mempersoalkan apakah manusia itu baik atau buruk, rasionil atau
emosionil. Behavirisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku manusia
dekendalikan oleh lingkungan. Manusia dalma pndangan teori behaviorisme makhluk
yang sangat elastis, yang perilaknya sangant di pengaruhi oleh pengalamannya. Manusia
munuirut teori ini dapat dibentuk dengan menciptakan lingkungan yang relevan. Seorang
anak misalnyadapat di bentuk perilakunya menjadi seorang panakut jika secara
sistematis ia di takut-takuti. Demikian juga manusia dapat dibentuk menjadi
pemberani, disiplin, cerdas, dungu dan sebagainya dengan menciptakan lingkungan
yang relevan.
Dalam
teori ini manusia dipandang sangay rapuh tak berdaya menghadapi lingkungan ia
dibentuk begitu saja oleh lingkungan tanpa mampu melakukan perlawanan. Aristoteles,
yang dianggap sebagai cikal bakal teori behaviorisme memperkenalkan teori
tbularasa. Yakni bahwa manusia itu tak ubahnya meja lilin yang siap di lukis
dengan tulisan apa saja. Jika kita berpegang pada teori ini maka kita dapat
mengatakan bahwa mahasiswa dapat dibentuk maenjadi apasaja (penurut,
pemberontak, dan sebagainya) oleh dosenya atau Universitasnya, dan untuk itu
kurikulum serta alat-alat stimulasi bisa dirancang.
III. Pandangan Humanistik Tentang Manusia
Jika
teori psikoanalisa dan behaviorisme kurang menghargai manusia, karena dalam
psikoanalisa, manusia dipandang hanya melayani keinginan bawah sadarnya,
behaviorisme memandang manusia yak takluknya kepada lignkungan, maka psikologi
humanistik memandang manusia sebagai eksstnsi yang positif dan menentukan
manusia di pandang sebagai makhluk yang unik memiliki cinta, kreatifitas,
nilai, dan makna serta pertumbuhan pribadi.
Pusat
perhatian teori Humanistik, adalah pada makna kehidupan, dan masalah ini dalam
psikologi humanistik disebut sebagi Homo Ludens, yaitu manusia yang mengerti
makna kehidupan.
Menurut
teori psikologi humanistik ini, setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman
yang bersifat pribadi (unik) dan kehidupannya berpusat pada dirinya. Perilaku manusai
bukan dikendalikan oleh keinginan bawah sadarnya (seperti teori psikoanalisa). Bukan
pula tunduk pada lingkungannya (seperti teori behaviorisme), tetapi berpusatv
pada konsep diri, yaitu pandangan atau persepsi orang terhadap dirinya ,yang
bisa berubah ubah dan fleksibel sesuai dengan pengalamannya dengan orang lain. Seorag
penjahat yang merasa hebat karena berani nekad dalam perbuatan jahatnya
misalya. Karena pengalamnannya dengan jagoan lain yang lebih hebat tetapi baik
perilakunya, dapat saja ia menemukan
makna kehidupa, dan kemudian memiliki kosep diri bahwa ia pati dapat mengubah
dirnya menjadi orang baik.
Menurut
teori ini, manusia selalu berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan
kualitas dirinya. Manusia juga ingin selallu mengaktualisasikan dirinya dalam
kehidupan yang bermakna. Setiap individu bereaksi terhadap situasi yang
dihadapinya (stimuli) sesuai dengan konsep diri yang dimilikinya, dan dunia
diaman ia hidup.kencenderungan batiniah manusia selalu menuju kesehatan dan
keutuhan diri. Jadi, dalm keadaan normal, manusia jalan (pekerjaan, karier atau
jalan hidup) yang mendukung pengembangan dan aktualisasi dirinya.
Dalam kehidupan
keseharian, terkadang kita jumpai seseorang gadis dari keluarga kaya, tapi
justru memilih menjadi guru SD di kampung terpencil, seorang mahasiswa yang
cerdas tapi justru aktif dalam kegiatan sosial di daerah kumuh sampai studinya
tertinggal oleh kawan-kawannya yang kurang cerdas. Fenomena itu di pandang positif oleh teori hmanistik, apa yang
mungkin di pandang tak lebih sekedar mengikuti dorongan ;libido oleh teori
psikoanalisa atau sekedar terbawa arus oleh teori behaviorisme.
Daftar Pusaka :